Rabu, 08 November 2017

Pembuatan Tapai Ubi Jalar (Praktikum Teknologi Serealia dan Palawija)


PEMBUATAN TAPAI UBI
(Laporan Praktikum Teknologi Serealia dan Palawija)


Oleh
Suci Nata Kusuma
1314051046
Kelompok 4





JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015


BAB I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Umbi-umbian seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, dan uwi merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Pada umumnya umbi-umbian dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, umbi-umbian harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, salah satunya adalah diolah menjadi tapai ubi (Radiyati, 1990).

Pada proses pembuatan tapai, karbohidat mengalami proses peragian oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna. Pada hakekatnya semua makanan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi tapai (Radiyati, 199). Faktor yang berperan pada proses pembuatan tape adalah konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta keseragaman pada tahap pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak (Saono et al., 1982). Pada praktikum ini dilakukan penggunaan beberapa jenis umbi dan jenis ragi yang berbeda, sehingga dapat diketahui jenis ragi yang cocok untuk pembuatan tapai dan dapat menghasilkan mutu tapai terbaik dilihat dari karakteristik organoleptik tapai ubi.


1.2 Tujuan

     Tujuan dilakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.       Mengetahui cara pembuatan tapai ubi dari berbagai jenis umbi-umbian
b.      Mengamati perubahan karakteristik pada tabai ubi dengan penggunaan jenis ragi dan jenis umbi yang berbeda.















BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Umbi – umbian
Umbi-umbian adalah salah satu jenis keanekaragaman dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang mempunyai nilai guna. Umbi-umbian tersebut merupakan bahan sumber karbohidrat terutama pati dan merupakan sumber cita rasa dan aroma karena mengandung aleoresin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri untuk menghasilkan produk komersial termasuk makanan, kosmetik, dan obat-obatan. Singkong, ubi jalar, uwi, cantel, ganyong, gembili, sente, suweg, talas, dan kentang merupakan contoh sumber karbohidrat yang termasuk dalam umbi-umbian (Astawan, 2004).

       2.1.1 Ubi kayu (singkong)
Singkong atau ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar mengandung senyawa glokosidasianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm. Ada korelasi antara kadar HCN ubikayu segar dengan kandungan pati. Semakin tinggi kadar HCN semakin pahit dan kadar pati meningkat, begitu pula sebaliknya. Di samping itu, ubikayu segar mengandung senyawa polifenol dan bila terjadi oksidasi akan menyebabkan warna coklat (browning secara enzimatis) oleh enzim fenolase, sehingga warna tepung kurang putih (Prabawati, 2011).

Singkong dikenal ada 2 macam, yaitu singkong kuning dan singkong putih. Singkong kuning dapat disebut sebagai singkong mentega, singkong ini mempunyai sifat pada saat dimasak adalah mempunyai tekstur yang pulen, dan cenderung lembut layaknya mentega. Untuk singkong putih, singkong ini cocok untuk keripik, karena teksturnya lebih padat dan keras (Anonim, 2008). Berdasarkan kadar amilosa, ubikayu dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu ubikayu gembur dan ubi kayu kenyal. Ubi kayu gembur (kadar amilosa lebih dari 20%) yang ditandai secara fisik bila kulit ari yang berwarna coklat terkelupas dan kulit tebalnya mudah dikupas. Sedangkan ubikayu kenyal (kadar amilosa kurang dari 20%) ditandai dengan kulit ari berwarna cokelat tidak terkelupas (lengket pada kulit tebalnya) dan kulit tebalnya sulit dikupas. Ubikayu (Singkong) merupakan bahan baku yang sangat baik untuk produk fermentasi, karena kadar pati yang tinggi. Beberapa produk tersebut adalah: tape (tradisional), maltodekstrin, glukosa, fruktosa, sorbitol, bioetanol dan berbagai asam organik (Prabawati, 2011).

Tabel 1. Komposisi kimia singkong per 100 gram bahan
Komponen
Singkong Putih
Singkong Kuning
Energi (kal)
146,0
157,0
Protein (g)
1,20
0,80
Lemak (g)
0,30
0,30
Karbohidrat (g)
34,70
37,9
Kalsium (mg)
33,0
33,0
Phospor (mg)
40,0
40,0
Besi (mg)
0,70
0,70
Vitamin A (SI)
0,0
385,0
Vitamin B1(mg)
0,06
0,06
Vitamin C (mg)
30,0
30,0
Air (g)
62,25
60,0
Bagian yg dapat dimakan (g)
75,0
75,0

            2.1.2  Ubi jalar
Di dunia, peringkat ubi jalar menduduki tingkat kesembilan di antara tanaman pangan penting lainnya. Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung dan ubi kayu, serta mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. Jenis-jenis ubi jalar mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina, 1998). Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan, tergantung jenis varietasnya. Daging ubi berwarna putih, kuning atau jingga sedikit ungu. Kulit ubi maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit dan daging ubi (Woolfe, 1992).

Menurut Andrianto dan Indarto ( 2004), warna ubi jalar terdiri dari ubi jalar kuning, ubi jalar oranye, ubi jalar putih, ubi jalar jingga dan ubi jalar ungu. Ubi jalar berwarna jingga atau oranye mengandung betakaroten tinggi dari pada ubi lainnya. Sementara varietas ubi jalar yang digunakan untuk pangan berdasarkan tekstur daging ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena banyak mengandung air tidak berserat (agak berair, berdaging manis) dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati dan serat (banyak mengandung tepung) (Sarwono, 2005).
Menurut Juanda dan Cahyono (2000), berdasarkan warna ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih
2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning-kuningan
3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange
4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging berwarna ungu hingga ungu muda.

Keistimewaan ubi jalar terletak pada kandungan beta karotennya yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lain terutama ubi jalar oranye. Secara umum ubi jalar mengandung pati 8 – 29 %, karbohidrat bukan pati 0,5 – 7,5 %, gula reduksi 0,5 – 2,5 %, ekstrak eter 1,8 – 6,4 %, karoten 1 – 12 % dan mineral lainnya 0,9 – 1,4 % dalam setiap 100 gram bahan segar. Ubi jalar dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien. Ubi jalar juga mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup, asam askorbat, fosfor, besi dan kalsium. Disamping sumbangan vitamin dan mineral, kadar karoten pada ubi jalar sebagai bahan utama pembentukan vitamin A yang tinggi, dicirikan oleh umbi yang berwarna kuning kemerahan (Lingga, 1984). Adapun komposisi kimia ubi jalar adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Ubi Jalar Berdasarkan Warna Daging Umbi
Komposisi Gizi
Ubi Putih
Ubi Kuning
Ubi Ungu
Pati (%)
28,79
24,47
22,64
Gula reduksi (%)
0,32
0,11
0,30
Lemak (%)
0,77
0,68
0,94
Protein (%)
0,89
0,49
0,77
Air (%)
62,24
68,78
70,46
Abu (%)
0,93
0,99
0,64
Serat (%)
2,76
2,79
3,00
Vitamin C (mg/100g)
28,68
25,00
21,43
Vitamin A (SI)
60,00
9000,00
-
Antosianin (mg/100g)
-
-
110,51
Sumber : Suprapta (2003) dalam Arixs (2006); Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2002).

Ditinjau dari komposisi kimia, ubi jalar potensial sebagai sumber karbohidrat, mineral zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca) dan vitamin A, vitamin C, vitamin B1, dan riboflavin. Warna daging ubi jalar jingga kemerah – merahan memiliki hubungan dengan kandungan beta karoten lebih tinggi dari pada jenis ubi jalar lainnya. β-karoten berfungsi untuk mencegah dan menanggulangi penyakit mata. Tetapi tidak semua ubi jalar mengandung β-karoten yang tinggi. Ubi jalar yang umbinya berwarna kuning atau putih memiliki kandungan β-karoten lebih rendah. Zat yang terkandung di dalam ubi jalar dapat mencegah berbagai penyakit, menghasilkan energi, membangun sel - sel dalam tubuh, serta meningkatkan proses metabolisme tubuh (Juanda dan Cahyono, 2000).

            2.1.3  Uwi
Uwi atau ubi kelapa (Dioscorea alata L. syn. D. atropurpurea Roxb.) merupakan sejenis umbi-umbian. Komposisi umbi uwi (Dioscorea spp.) sangat beragam tergantung varietasnya, umumnya umbi uwi memiliki kandungan pati tinggi yaitu sebesar 25%, serta kandungan provitamin A rendah tetapi vitamin C beragam antara 5-15 mg/100gr, kandungan protein umbi uwi sebesar 2%. Sebagian besar senyawa getah yang keluar dari permukaan potongan umbi uwi adalah senyawa alkaloid. Beberapa varietas umbi uwi mengandung alkaloid dioscorin (C12H12O2N) yang larut dalam air dan hilang jika direndam dalam larutan yang mengandung air kapur dan direbus. (Rubatzky dan Yamaguchi,1998).
Komposisi kimia umbi uwi dapat dilihat pada tabel berikut:
Komposisi
Jumlah
kalori
101 kal
Protein
2,0 g
Lemak
0,2 g
Karbohidrat
19,8 g
Kalsium
45 mg
Fosfor
280 mg
Besi
1,8 mg
Vitamin B1
0,10 mg
Vitamin C
9,0 mg
Air
75 g
Sumber Prawiranegara (1996)

·         Uwi Ungu ( Dioscorea Alata)
Uwi (Dioscorea alata) merupakan salah satu varietas umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat non beras. Dioscorea alata mempunyai umbi yang berwarna putih kekuningan dan ada yang berwarna biru tua Uwi ini biasa disebut uwi ireng (Jawa) kulit umbi bagian dalam berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda, terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan. Terdapat juga uwi dorok (Jawa), uwi memerah/uwi abang (Jawa) yang masih termasuk ke dalam kategori ini. Panjang uwi sekitar 80 cm. Daging bagian tengah berwarna merah daging cerah serta kulit dalamnya berwarna merah atau coklat kekuningan. Kulitnya kasar berserabut, bentuknya tidak beraturan berwarna ungu kecoklatan karena warna diikuti warna coklat kayu (Rubatzky dan Yamaguchi,1998).

·         Uwi Kuning (Dioscorea alata)
Uwi ini, umbinya biasa disebut dengan Uwi Menjangan, bercabang-cabang dengan panjang 35-60, tebal 7-10. Daging berwarna kuning kecoklatan atau kuning jeruk kemerahan. Umbi melebar seperti kipas ujungnya berlekuk dalam, sampai berbagi dan ukurannya besar sekali. (Lingga dkk,1986) Uwi kuning yang memiliki berat 20-30 ton umbi basah memiliki umur panen sekitar 6 sampai dengan 8 bulan. Uwi kuning di kalangan masyarakat belum memiliki nilai ekonomis sama sekali. Salah satu penyebabnya karena kadar air uwi ini relatif tinggi namun ada beberapa sub tipe Dioscorea alata yang kadar airnya rendah sementara kadar patinya tinggi (Anonim, 2008).


·         Uwi Kuning Kulit Coklat (Dioscorea rotundata)
Umbi ini berwarna coklat pada permukaan luarnya dan berwarna putih
dan kuning pada daging umbinya. (Dave’s, 2010). Kandungan nutrisinya lebih banyak dibandingkan kentang serta teksturnya lebih padat. Kandungan gizi uwi sangat beragam disamping kaya akan serat, uwi ini diperkaya dengan vitamin C, fosfor dan protein. Bentuk umbinya lonjong, ujungnya rata atau berlekuk dalam (Lingga.dkk.1986).

·         Gembolo ( Dioscorea bulbifera)
Umbi gembolo (Dioscorea saliva) disebut juga uwi berbentuk bulat melebar dengan lekukan-lekukan yang dalam pada bagian ujung menyerupai kipas, kulitnya berwarna coklat kemerahan sedangkan dagingnya putih. Umbi gantung keluar dari ketiak daun, tidak bertangkai, permukaannya berwarna abu-abu atau abu-abu berbecak coklat dan timbul. Kandungan gizi zat umbi gembolo adalah sebagai berikut;
Tabel 3. Kandungan Gizi dalam 100 g Umbi Gembolo:
Zat Gizi
Jumlah
Energi (kal)
100
Protein (g)
2,0
Lemak (g)
0,2
Karbohidrat (g)
19,8
Kalsium (mg)
45,0
Phospor (mg)
28,0
Besi (mg)
1,8
Serat (g)
6,2
Vitamin B1(mg)
19,01
Vitamin C (mg)
0,01
Air (g)
75,0
Bdd (%)
86
Sumber: Anonymous, 1981.

·         Gembili (Dioscorea esculanta)

Umbi gembili serupa dengan gembolo tetapi berukuran lebih kecil. Umbi tanaman gembili biasanya digunakan sebagai sumber karbohidrat setelah dimasak atau dibakar. Gembili adalah varietas umbi yang berwarna coklat muda dengan kulit tipis. Kulit gembili yang sudah direbus akan menjadi kering. Umbinya berwarna putih bersih dengan tekstur menyerupai ubi jalar dan rasa yang khas. Gembili mengandung etanol yang dapat digunakan sebagai bahan baku bio-etanol atau minuman beralkohol. Seringkali umbi gembili dikeringkan dan dibuat menjadi tepung dan belum lama ini dikembangkan produk olahan lain seperti keripik/flake. Selain itu umbinya juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pati dan alkohol.

2.2  Ragi Tape dan Ragi Roti

Ragi tape merupakan bibit atau starter untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi, seperti tapai ketan atau singkong, tapai ubi jalar, brem cair atau padat, dan lainnya. Ragi tape berwujud padat dengan bulat pipih berwarna putih.  Ragi tape umumnya terdiri dari kapang, khamir, dan bakteri. Citarasa tape yang dihasilkan ditentukan oleh jenis mikrooragnisme yang aktif didalam ragi. Keaktifan mikroorganisme didalam ragi diatur dengan penambahan bumbu dan rempah. Ragi tape dapat dibuat dari bahan-bahan yang terdiri dari ketan putih, bawang putih, merica, lengkuas, cabai untuk jamu, dan air perasan tebu secukupnya dengan memanfaatkan peralatan sederhana. Ragi tape berfungsi sebagai sumber mikroba yang berperan dalam proses fermentasi dan sumber protein sel tunggal, sehingga tape singkong mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang asam manis, dan memiliki aroma khas tape (Syarif, 1988).
Di dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah  karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol. Ragi yang mengandung mikroflora seperti kapang, bakteri, dan khamir, berfungsi sebagai starter, dan kaya akan protein yakni sekitar 40-50% dimana jumlah protein ragi tersebut tergantung dari jenis bahan penyusunnya. Kapang dan khamir yang terdapat dalam ragi tersebut terbentuk secara alami. Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang Amylomyces rouxiiMucor sp, dan Rhizopus sp.; khamir Saccharomycopsis fibuligeraSaccharomycopsis malangaPichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis; serta bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam menghasilkan tape (Supardi, 1999).

Ragi roti atau yang dikenal dengan baker’s yeast pada umumnya berbentuk butiran, berwarna putih bening, dan sering digunakan dalam pembuatan roti. Ragi roti termasuk jenis ragi instant dimana penggunaanya dapat langsung dicampurkan dengan bahan lainnya. Mikroorganisme utama yang terdapat dalam ragi roti adalah Saccharomyces cerevisiae. Sel khamir ini memiliki sifat-sifat fisiologi yang stabil, sangat aktif dalam memecah gula yaitu mengubah pati dan gula menjadi karbondioksida dan alkohol, terdispersi dalam air, mempunyai daya tahan simpan yang lama, dan tumbuh dengan sangat cepat. Pada fermentsi, ragi roti dapat menghasilkan sejenis etanol yang dapat memberikan aroma khusus yaitu sebagai penghasil flavour (Darwindra, 2010).

2.3  Fermentasi Tapai
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Pada proses fermentasi tapai tidak diharapkan adanya udara. Fermentasi harus dilakukan dengan kondisi anaerob fakultatif. Pada proses fermentasi tapai akan terjadi perombakan gula menjadi alkohol atau etanol, asam asetat, asam laktat, dan aldehid (Amerin at al., 1972). Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur  Saccharomyces cerivisiae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan karbon dioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape juga terlibat mikrorganisme lain seperti Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa).
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya. Khamir saccharomyces cerevisiae memiliki daya konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi. Mikroorgnisme ini menghasilkan enzim zimase dan intervase. Enzim zimase berperan sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim intervase selanjutnya mengubah glukosa menjadi etanol. Konsentrasi gula yang umumnya dibuat dalam pembuatan etanol yakni sekitar 14-18%. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir. Lama fermentasi yang dibutuhkan sekitar 30-70 jam dalam kondisi fermentasi anaerob (Judoamidjojo, at al., 1992).

Fermentasi yang baik dilakukan pada suhu 28-30 ºC dan membutuhkan waktu 45 jam. Fermentasi dapat diperlambat jika dingin. Fermentasi tapai paling baik dilakukan pada kondisi mikro aerob. Pada kondisi ini, kapang tidak mampu tumbuh sehingga tidak dapat menghidrolisis pati. Namun demikian, pada kondisi aerob yang merupakan kondisi paling baik bagi kapang dan khamir, aroma tidak berkembang dengan baik karenatergantung dari fermentasi alkohol dan pada kondisi ini fermentasi alcohol menurun (Amin, 1985). Suhu berpengaruh kepada kecepatan fermentasi, meskipun suhu yang lebih rendah dari 25 ºC akan menghasilkan produk dengan kadar alcohol yang tinggi pada fermentasi 144 jam. Tapai dapat bertahan 2-3 hari bila di fermentasi pada suhu kamar.  Apabila fermentasi dalam suhu kamar melebihi hasil yang didapatkan akan rusak. Bila dikemas dengan cangkir plastik dan disimpan dalam lemari es akan bertahan selama 2 bulan akan tetapi teksturnya akan rusak yaitu menjadi keras (Elan, 1994).
























BAB III. METODELOGI PERCOBAAN


3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Rabu, 11 November 2015 pukul 08.00 s.d 10.00 WIB, di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kompor, panci, baskom, pengukus, pengaduk, daun pisang, lap, keranjang/besek, talenan, sendok, dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan adalah singkong, ubi jalar, uwi, ragi tempe, ragi roti, gula, dan air.













3.3  Diagram Alir
Masing-masing umbi dibuang kulitnya dengan cara dikupas
Dicuci dengan air hingga bersih
Dipotong kecil-kecil seperti ukuran tapai ubi pada umunmnya
Ditimbang berat ubi
Dikukus sampai matang dan diangkat
Didiamkan sebentar
Ditambah ragi sebanyak 0,5 % dari berat ubi (sesuai dengan perlakuan)
Dibungkus dengan daun pisang dan diperam selama 3 hari untuk fermentasi
Diamati karakteristik tapai ubi dengan pengujian organoleptik









BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1  Data Pengamatan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh data sebagai berikut:
No
Nama Panelis
Jenis Perlakuan
Skor Organoleptik
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Penerimaan
Penampakan
1
Amalia
1
3
3
3
3
Suka
Tidak berlendir, dan berair
2
Andika
3
2
2
3
Suka
3
Ryan
3
3
3
3
Suka
4
Yunita
3
3
3
3
Suka
5
Hasin
2
2
1
1
2
Tidak suka
Tidak berlendir, dan tidak berair
6
Melina
2
1
1
1
Tidak suka
7
Ermas
2
1
1
1
Tidak suka
8
Rizky
2
1
1
1
Tidak suka
9
Venni
3
1
3
1
3
Tidak suka
Berair
10
Eka
1
3
1
3
Tidak suka
11
Arizal
1
3
1
3
Tidak suka
12
Septi
1
3
1
3
Tidak suka
13
Alfa S
1
3
1
3
Tidak suka
14
Suci
4
1
2
1
3
Tidak suka
Tidak berlendir, dan tidak berair
15
Mulki
2
3
1
3
Tidak suka
16
Febri
1
2
1
3
Tidak suka
17
Shely
1
3
1
3
Tidak suka
18
Astri
5
1
1
1
2
Tidak suka
Berair dan berjamur
19
Colik
1
1
2
2
Tidak suka
20
Siska

1
1
1
2
Tidak suka

21
Fitri
1
1
1
2
Tidak suka
22
Danita
6
2
1
1
2
Tidak suka
Tumbuh kapang, busuk
23
Abidin
2
1
1
2
Tidak suka
24
Syarifa
2
1
1
1
Tidak suka
25
Ega
2
1
1
1
Tidak suka

       Keterengan:
·         Jenis Perlakuan:
-          1 = singkong, ragi tape
-          2 = singkong, ragi roti
-          3 = ubi jalar, ragi tape
-          4 = ubi jalar, ragi roti
-          5 = uwi, ragi tape
-          6 = uwi, ragi roti

·         Parameter Warna:
-          1 = tidak putih / tidak ungu
-          2 = agak putih / agak ungu
-          3 = putih / ungu
-          4 = sangat putih / sangat ungu

·         Parameter Aroma dan Rasa:
-          1 = tidak suka
-          2 = agak suka
-          3 = suka
-          4 = sangat suka

·         Parameter Tekstur:
-          1 = tidak lunak
-          2 = agak lunak
-          3 = lunak
-          4 = sangat lunak

·         Penerimaan Keseluruhan:
-          Suka / tidak suka

4.2  Pembahasan
Berdasarkan perbedaan jenis ragi yang digunakan yaitu ragi tape dan ragi roti berpengaruh terhadap sifat organoleptik tapai ubi yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur serta penampakan. Singkong yang difermentasi dengan ragi tape memiliki warna putih, aroma khas tapai yaitu tercium aroma alkohol, rasa yang asam manis, bertekstur lunak, berair dan tidak berlendir, serta disukai oleh panelis. Sedangkan singkong yang difermentasi dengan ragi roti memiliki warna agak putih, aroma dan rasa kurang khas tapai, bertekstur tidak lunak, tidak berlendir dan tidak berair, serta tidak disukai oleh panelis. Penggunaan ragi tape lebih baik dibanding ragi roti dalam menghasilkan tapai singkong. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kecocokan antara enzim mikroba dalam ragi tape dengan substratnya yaitu daging ubi/singkong. Dalam ragi tape selain terdapat Saccharomyces cerivisiae, juga terlibat mikrorganisme lain seperti Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera, yang keduanya turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa). Sedangkan pada ragi roti hanya terdapat satu jenis mikroba yaitu Saccharomyces cerivisiae, sehingga proses pembentukan tapai kurang optimal. Selain itu, kesterilan ragi dan bahan dasar pembuatan tape merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Jika ragi tidak steril maka dapat mencemari mikroba lain sehingga akan menghambat proses fermentasi dan berpengaruh terhadap kualitas tape yang dihasilkan.
Ubi jalar yang difementasi baik dengan ragi tape maupun ragi roti menghasilkan tapai ubi jalar dengan karakteristik yang hampir sama. Tapai ubi jalar yang dihasilkan yaitu berwarna tidak putih, beraroma khas tapai, rasa tidak disukai panelis, bertekstur lunak, dan penerimaan tidak disukai oleh panelis. Penampakan tapai dengan ragi tape yaitu berair, sedangkan dengan ragi roti yaitu tidak mengeluarkan lendir ataupun air. Pada saat pengamatan tidak dilakukan pengujian organoleptik rasa pada perlakuan 2 sampai 5 karena tapai telah berlendir dan ditumbuhi jamur, dimana jamur tersebut bersifat patogen dan dikhawatirkan dapat menyebabkan keracunan.
Uwi yang difermentasi dengan ragi tape menghasilkan tapai dengan warna tidak ungu, aroma tidak khas tapai, tekstur agak lunak, penampakan berair dan berjamur, serta tidak disukai oleh panelis. Sedangkan uwi yang difermentasi dengan ragi roti menghasilkan tapai dengan warna agak ungu, rasa dan aroma tidak khas tapai, tekstur agak lunak mendekati tidak lunak, ditumbuhi kapang dan busuk serta tidak disukai oleh panelis. Tumbuhnya kapang tersebut disebabkan oleh adanya kontaminasi dari mikroba lain akibat ketidaksterilan ragi ketika inokulasi starter. Ragi roti yang digunakan untuk fermentasi dilarutkan terlebih dahulu dengan air secukupnya dalam wadah kemudian dilakukan pengadukan, dan hal ini dimungkinkan terjadinya masuknya mikroba lain salah satunya dapat berasal dari wadah yang kurang steril.
Selanjutnya karakteristik tapai ubi berdasarkan jenis umbi yang digunakan yaitu singkong, ubi jalar, dan uwi. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa tapai singkog lebih baik dibanding tapai ubi jalar maupun uwi. Tapai singkong memiliki warna putih, aroma khas tapai, rasa khas tapai yaitu asam manis, bertekstur lunak, berair dan tidak berlendir, serta disukai oleh panelis. Sedangkan tapai ubi jalar dan tapai uwi cenderung memiliki warna tidak putih/ tidak ungu, beraroma kurang khas tapai, rasa agak asam, teksur agak lunak, ada yang berlendir dan ditumbuhi kapang, serta tidak disukai panelis. Karakteristik tidak khas tapai tersebut disebabkan karena ketidakcocokan antara enzim mikroba dengan substratnya yaitu daging ubi jalar dan uwi. Ubi jalar dan uwi memiliki kandungan karbohidrat lebih rendah daripada singkong, hal ini berpengaruh terhadap proses pengubahan pati menjadi maltosa dan kemudian glukosa.






















BAB V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ragi tape menghasilkan karakteristik tapai lebih baik dibanding dengan ragi roti.
2.      Tapai singkong memiliki karakteristik organoleptik lebih baik baik dibanding dengan tapai ubi jalar dan tapai uwi.
3.      Tapai singkong denga ragi tape menghasilkan warna putih, aroma khas tapai, rasa asam manis, bertekstur lunak, berair dan tidak berlendir, serta disukai oleh panelis.
4.      Tapai singkong dengan ragi roti menghasilkan warna agak putih, aroma dan rasa kurang khas tapai, bertekstur tidak lunak, tidak berlendir dan tidak berair, serta tidak disukai panelis.
5.      Tapai ubi jalar dengan ragi tape dan ragi tape dan ragi roti menghasilkan warna tidak putih, beraroma khas tapai, rasa asam, bertekstur lunak, dan tidak disukai panelis.
6.      Tapai uwi dengan ragi tape menghasilkan warna tidak ungu, beraroma kurang khas tapai, rasa agak asam, teksur agak lunak, dan ada yang berlendir, serta tidak disukai panelis.
7.      Tapai uwi dengan ragi roti menghasilkan warna agak ungu, beraroma kurang khas tapai, rasa agak asam, teksur tidak lunak, berair, berjamur, dan tidak disukai panelis.







DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, T.T., dan N. Indarto, 2004. Ubi Jalar dan Kentang. Absolut,

Yogyakarta.

 

Amien Muhammad, 1985., Pegangan Umum Bioteknologi 3. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

 

Amerine, M., A. Berg and M. V. Croes. 1972. The Technology of Wine Making,
The AVI Publishing Company, Wesport, Connecticut.

 

Anonim. 2008. Umbi-umbian, alternatif  beras yang baik dan berlimpah.

http://akuinginhijau.org/2008/03/25/umbi-umbian-alternatif-beras-yang-baik-dan-berlimpah/. Diakses pada Sabtu, 14 November 2015 pukul 11.30 WIB.

Anonymous, 1981.Teknologi Pangan dan Agroindustri.Volume 1, nomor 1
12.Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor.

Antarlina, S.S., 1998. Proses pembuatan dan penggunaan tepungubi jalar untuk

produk pangan.Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Unbraw. Malang.

 

Astawan, 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta : Tiga

Serangkai.

 

Darwindra, haris dianto. 2010. Makalah “Peran ragi dalam proses pembuatan

roti”. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

 

Davis, N.D & Blevins, W.T.2010. Methods for Laboratory Fermentation. In:

Microbial Technology : Fermentation Technology. Second edition, Volume II. London. Academic Press Inc. London. hlm. 80-241.

 

Elan, Suherlan. 1994. Bioteknologi Bahan Pangan. Jurusan Pendidikan Biologi

FPMIPA, Bandung.

 

Judoamidjojo, R.M., A.A.Darwis, dan E.G.Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi.
Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor.

Juanda, D. dan B. Cahyono, 2000. Ubi Jalar : Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius, Yogyakarta.

Lingga, P. Sarwono, B. Rahardi, F. Rahardja, D. Afriastini, J. J. Apradji, W. 1986.
Bertanam Ubi- Ubian. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Prabawati, Sulusi., Nur Richana dan Suismono. 2011. Inovasi Pengolahan
Singkong (Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Radiyati, Tri dan Agusto, W.M. 1990. Pendayagunaan ubi kayu. Subang :
BPTTG Puslitbang Fisika Terapan – LIPI. Hal. 18-27.

Rubatzky, V. E dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
Dan Gizi Edisi Kedua. Bandung: ITB press.

Saono et al., 1982. A Concise Handbook of Indigenous Fermented Foods in the
            ASCA.

Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamana
             pangan. Alumni, bandung.

Suprapta, 2003. Pengaruh Lama Blanching terhadap Kualitas Stik Ubijalar
               (Ipomea batatas L.) dari Tiga Varietas. Prosiding Temu Teknis Nasional,
             Tenaga Fungsional Pertanian. UGM. Yogyakarta.

Syarif, r dan A irawati. 1988. Pengethuan bhan untuk industri prtanian.
           Mediyatama sarana perkasa. Jakarta.

Woolfe. 1992. Sweet potato; an untapped food resource. Cambridge university
press. Cambridge,  P 643.






LAMPIRAN
 







a. Proses pencucian ubi jalar                                       b. Proses pembersihan ubi jalar





c. Ubi jalar yang siap untuk diberi ragi.                      d. Bahan: Ragi Tape
 






e. Proses pengukusan ubi                                f. Proses pendinginan ubi sebelum inokulasi starter
 







g. Proses penimbangan ubi                  h. Proses pembagian ubi sesuai   perlakuan
 







i. Proses inokulasi starter (sesuai perlakuan)               j. Ubi siap difermentasi selama 3 hari 3 malam
                                                           
k. Tapai singkong, ragi tape (perlakuan 1)                  l. Tapai singkong, ragi roti

                        
m. Tapai ubi jalar, ragi tape (perlakuan 3)       n. Tapai ubi jalar, ragi roti (perlakuan 4)

o. Tapai uwi, ragi roti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar