Rabu, 08 November 2017

Analisis Mikrobiologi Pada Bahan Hasil Pertanian (Praktikum AHP)

ANALISIS MIKROBIOLOGI PADA BAHAN HASIL PERTANIAN
(Laporan Praktikum Analisis Hasil Pertanian)


Oleh
Kelompok 8

Deslita Putri               1214051019
Siti Marifah               1314051045
Suci Nata K               1314051046
Syarifah Rohana       1314051048
Venni Elsa M Manik 1314051049
Yofita Sulfiana          1314051050


LOGO UNILA



JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015


I.             PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Bahan pangan yang beredar di pasaran dengan berbagai bentuk dan rasa yang bermacam-macam  namun tidak semua bahan pangan yang beredar dipasaran memenuhi standar  SNI  yang ditetapkan sehingga berbahaya bagi kesehatan konsumen. Hal ini dapat terjadi karena bahan pangan tersebut telah terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia, maupun mikroba. Hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah  Salmonella sp,  Staphylococcus aureus, Escherichia coli,  kapang, khamir serta mikroba patogen lainnya. Mikroba mempunyai batasan tertentu dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi lingkungan juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat (Sukarta,2008).
Pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kualitatif untuk menetukan  mutu  dan daya tahan suatu makanan, uji kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut. Uji kuantitatif mikroba dalam produk pangan akan berfungsi sebagai acuan batasan mutu dan daya tahan (daya simpan) produk yang telah dihasilkan. Jika ditemukan mikroba yang telah melebihi standar, maka dapat dipastikan produk tersebut tidak akan dapat bertahan lama. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan mikroba yang akan merusak produk. Uji kualitatif pada suatu produk pangan atau bahan pangan lebih mengarah pada pengecekan untuk melihat tingkat keamanan suatu produk untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Pengecekan uji kualitatif diarahkan untuk mengecek mikroba-mikroba yang dapat berakibat pada manusia setelah mengkonsumsi makanan tersebut (Fardiaz,1989).
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung atau  mengukur jumlah mikrobia dalam suatu suspensi atau bahan pangan dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu berdasarkan perhitungan jumlah sel yang terdiri atas hitungan mikroskopik, hitungan cawan, dan MPN (Most Probable Number), berdasarkan perhitungan massa sel secara langsung yang terdiri atas volumetrik, gravimetrik, dan kekeruhan (turbidimetri), dan berdasarkan perhitungan massa sel secara tidak langsung yang terdiri atas analisis komponen sel (protein, DNA, ATP, dan sebagainya), analisis produk katabolisme (metabolit primer atau sekunder, panas), dan analisis konsumsi nutrient (karbon, nitrogen, oksigen, asam amino, dan sebagainya) (Buckle, 1987). Pada praktikum ini pengujian pada bahan pangan dilaksanakan dengan metode cawan  tuang dan hasil total mikroba dihitung dengan Total Plate Count serta kekeruhan dilihat dengan menggunakan spektrofotometer.


1.2  Tujuan

Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah :
a.    Untuk mengetahui cara pengujian mikrobiologi pada bahan pangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
b.    Untuk mengetahui cara pengujian mikrobiologi dengan menggunakan metode cawan tuang.
c.    Untuk mengetahui total mikroba yang terkandung dalam suatu bahan pangan.










II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Mikrobiologi Pangan
Mikrobiologi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan terhadap  sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses pengolahan dan pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-perubahan yang merugikan. Contonya, pada makanan-makanan  yang telah diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum produk pangan mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan  proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan. Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Begitu juga dengan penambahan garam pada umumnya dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang pertumbuhan bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna. Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda, karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk berbeda dan sangat spesifik (Arifah, 2010).

2.2 Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan

2.2.1 Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan)
Faktor–faktor intrinsik atau faktor dalam  yang dapat mempengaruhi populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi sifat-sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Faktor ini meliputi nilai  aktivitas aira(Aw), komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alamiah atau tambahan dan sebagainya.

Ø  Aktivitas Air (aw= water activity)
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan jenis mikrooganisme khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap jenis bahan makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 – 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan khamir.
Ø  Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan hanya jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan makanan dengan pH yang lebih rendah.
Ø  Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks dari tingkat oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks yang tinggi akan membantu pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas.

Ø  Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillus yang membutuhkan banyak zat gizi.
Ø  Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan makanan seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal tumbuh-tumbuhan dan lizozyme serta avidin pada bahan makanan dari hewani seperti telur.
Ø  Struktur Biologis
Struktur biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari bagian tanaman berguna untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam bahan makanan (Muctahdi, 1978).

2.2.2  Faktor Pengolahan
Faktor pengolahan ini akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme yang dominan dalam bahan makanan yang telah diolah atau diawetkan. Proses pengolahan seperti pemanasan atau irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang tidak tahan terhadap panas dan irradiasi. Pengeringan dan pembekuan bahan makanan dapat mengakibatkan kerusakan pada mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Tetapi beberapa jenis mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan tersebut akan tetap dapat hidup dan dapat menyebabkan kerusakan bila bahan makanan tersebut dicairkan.

2.2.3 Faktor  Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan.

2.2.4 Faktor Implisit
Berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jenis mikro organisme hidup bersama saling menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan  pertumbuhan jenis mikrorganisme yang lain (antagonisme).

2.2.5 Faktor Makanan

1.  Makanan yang mudah rusak, yaitu  yang  mempunyai  aktivitas  air (aw), dan  pH  yang relatif  tinggi  (pH>5,3),  misalnya :  daging , daging ayam, ikan ,susu dan sebagainya.
2.   Makanan yang  agak  awet,  yaitu   makanan  yang  mempunyai  pH pertengahan   (antara 4,5 sampai 6,3 )  atau  telah  mengalami  proses pengawetan  sehingga kadar airnya menjadi agak rendah, misalnya: jam, jeli, susu kental manis, acar, sosis terfermentasi  dan sebagainya.
3.   Bahan  makanan  yang  awet  (tahan lama disimpan) yaitu makanan  yang telah diawetkan dengan pengeringan sehingga kadar airnya (aw) rendah, misalnya   dendeng,  abon,  ikan asin  dan sebagainya.

2.3 Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Mikroorganisme

2.3.1 Pengaruh Pemanasan Terhadap Mikroorganisme
Untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu diatas suhu maksimum pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin tinggi suhunya akan semakin tinggi laju kematiannya.

2.3.2 Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna untuk pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 320F, tetapi ada beberapa jenis khamir yang  masih bisa tumbuh dalam substrat tidak beku pada suhu dibawah 150F. Pendinginan yang lambat dapat merusak populasi mikroba dan bentuk mikrobia yang sangat peka adalah sel-sel vegetatif, sedangkan spora biasanya tidak rusak oleh pembekuan.

2.3.3 Pengaruh Pengeringan Terhadap Mikroorganisme
Proses pengeringan dalam pengolahan bahan makanan merupakan proses pembatasan air yang digunakan untuk pertumbuhan  oleh mikroorganisme. Hal ini akan menentukan jumlah dan jenis dari mikroorganisme untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut.

2.3.4 Pengaruh Pengolahan dengan Garam, Asam, dan Bahan Kimia Pengawet terhadap Mikroorganisme

Pengolahan dengan Garam dan Asam
Garam akan sangat berpengaruh bila dimasukan kedalam bahan makanan karena garam akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga dapat  menghambat pertumbuhan mikroorganisme pencemar pada bahan makanann terutama mikroorganisme proteolitik dan pembentuk spora walaupu dengan kadar yang sangat rendah (sampai 6%). Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat dicegah pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan dikombinasikan dengan suhu rendah.

Pengolahan dengan Gula
Penggunaan  gula dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi mikroorganisme yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam konsentrasi yang tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air yang ada dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya.

Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya bahan kimia pengawet yang digunakan bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam jumlah kesil sehingga tidak membahayakan bagi konsumennya.

Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi ketahahan dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu: radiasi panas yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang yang panjang  dan radiasi ionisasi yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar gelombang yang pendek.

2.4 Produk Pertanian (Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah bakteri yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap bahan pangan yang telah mengalami  tahap  pengolahan. Splittstoesser dan Wettergreen (1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya Enterobacter dan Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang merupakan mikroflora normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan sebagai indicator sanitasi. Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform fekal seperti Escheria coli yang sebenarnya jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran.
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.coli dibandingkan dengan sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran bukan termasuk ke dalam habitat normal E.coli. 3)  Kemingkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayuran, tetapi E.colimerupakan bakteri yang sensitive terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada produk sayuran beku.
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama penyimpanan pada suhu simpan yang normal.  Pengujian untuk kualitas keamanan makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini tergolong bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan juga merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme indicator sanitasi ini yang paling sering dilakukan terhadap makanan kaleng.
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola hepatica akan berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemarShigella sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae dapat mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur melalui tanah. Namun, penanganan  dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora (Djaafar, 2007). 













III.              BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 06 November 2015, pukul 09.30 -11.30 WIB. Dilaboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas lampung.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah cawan petri, kapas, aluminium foil, tabung Elrlenmeyer, forteks, autoklaf, rak tabung reaksi, mikropipet, pipet tip, tabung reaksi, Coloni Counter, spektrofotometer dan inkubator.
Bahan yang digunakan adalah susu cair, bakso, tomat, daun sawi, tepung terigu, aquades, alkohol dan nutrient broth.









3.3 Diagram Alir
Disiapkan alat dan bahan
Sampel padat seperti bakso dan sawi ditimbang 1 gram dan dihomogenkan dalam aquades steril. Untuk sampel cair diambil dengan pipet sebanyak 1 ml dan dihomogenkan dalam aquades steril.
Sampel diencerkan di tabung reaksi pada pengenceran 10-1 sampai 10-5 dan setiap pengenceran dihomogenkan.
Sampel yang telah dihomogenkan pada tabung reaksi di hitung absorbansi dengan sprektofotometer
Masing-masing hasil pengenceran diambil dengan pipet sebanyak 1 ml sampel dan dituangkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituangkan medium nutrient broth sebanyak 15 ml lalu dihomogenkan
Cawan petri yang berisi sampel diinkubasi pada inkubator selama 3 hari.
Koloni bakteri yang tumbuh diamati dan dihitung dengan Coloni Counter










IV.              HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan
Data yang diperoleh berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
-          Data  Hasil Spektrofotometri
Kelompok/
sampel
10-2
10-3
10-4
10-5
1 (Tomat)
0,039 A
-0,012 A
-0,016 A
-0,015 A
2 (Sawi)
-0,043 A
-0,049
-0,076 A
-0,081 A
3 (Tepung)
0,027 A
-0,026 A
-0,12 A
-0,027 A
4 (Tepung)
0,470 A
0,075 A
0,036 A
0,015 A
5 (Bakso)
-0,046 A
-0,055 A
-0,059 A
-0,088 A
6 (Bakso)
0,001 A
-0,017 A
-0,012 A
-0,015 A
7 (Susu)
0,679 A
0,105 A
0,008 A
0 A
8 (Susu)
0,025 A
0,292 A
0,031 A
0,200 A

-          Data Jumlah Koloni pada Sampel
Kelompok
10-2
( CFU/ml)
10-3
( CFU/ml)
10-4
( CFU/ml)
10-5
( CFU/ml)
1
TSUD
TSUD
TSUD
TSUD
2
149
120
48
80
3
37
TSUD
60
TBUD
4
98
74
47
TSUD
5
88
100
82
70
6
45
37
64
28
7
TBUD
190
206
TBUD
8
72
TBUD
94
64

4.2  Pembahasan
Perhitungan bakteri adalah suatu cara yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada suatu media pembiakan. Secara mendasar ada dua cara penghitungan bakteri, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung merupakan perhitungan yang menghitung jumlah total sel (sel mati dan hidup) yang ada pada sampel. Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Namun mempunyai kelemahan yakni sel-sel mikroba yang telah mati tidak dapat dibedakan dari sel yang hidup. Dengan kata lain hasil yang diperoleh ialah jumlah total sel yang ada di dalam populasi. Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung (counting chamber). Metode yang digunakan pada perhitungan ini adalah Metode hitungan cawan (Total Plate Count), Metode Petroff-Hauser Sedangkan Perhitungan secara tidak langsung dipakai untuk menentukan jumlah mikroba keseluruhan baik yang hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja tergantung pada cara yang dipergunakan. Diantaranya berdasarkan jumlah koloni (plate count) yaitu dengan membuat suatu pengenceran bahan dengan kelipatan 10. Perhitungan secara tidak langsung ini dengan menggunakan metode Plate Count Method, Most Probable Number (MPN), dan Turbidimetri (Gobel, Risco, B., dkk., 2008.)
Perhitungan langsung dengan metode cawan tuang. Pada metode cawan tuang mmenggunakan anggapan bahwa setiap sel akan hidup berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah oganisme yang terkandung di dalam sampel. Teknik perhitungan ini membutuhkan kemampuan melakukan pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran. Cawan-cawan tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Prinsip dari perhitungan metode hitungan cawan adalah bila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dapat dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surfacelspread plate). Pada metode tuang, sejumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambhkan agar-agar cair yang steril yang telah didinginkan (47-50ºC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar (Jimmo,2013)
Metode cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung, beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai penampakan spesifik. Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, metode hitungan cawan juga memiliki kelemahan sebagai berikut hasil perhitungan tidak menunjukkan hasil yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni, medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah yang berbeda pula. mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak, jelas, dan tidak mnyebar. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan  koloni dapat dihitung. Metode perhitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang hidup dapat berkembang menjadi koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan adalah indeks bagi jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam sampel. Setelah inkubasi, jumlah semua koloni diamati untuk memenuhi persyaratan statistik. Cawan yang dipilih untuk menghitung koloni adalah cawan yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni.(Fardiaz,1992)
Turbidimetri merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah bakteri dalam suatu larutan menggunakan spektrofotometer. Bakteri menyerap cahaya sebanding dengan volume total sel (ditentukan oleh ukuran dan jumlah). Ketika mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan. Kekeruhan dapat disebut optical density (absorbsi cahaya, biasanya diukur pada panjang gelombang 520 nm –700 nm). Untuk mikroba tertentu, kurva standar dapat memperlihatkan jumlah organisme/ml (ditentukan dengan metode hitungan cawan) hingga pengukuran optical density atau ditentukan dengan spektrofotometer. Prinsip kerja menghitung jumlah cahaya yang diteruskan (dan mengkalkulasi jumlah cahaya yang diabsorbsi) oleh partikel dalam suspense untuk menentukan konsentrasi substansi yang ingin dicari.Karena menggunakan jumlah cahaya yang diabsorbsi untuk pengukuran konsentrasi, maka jumlah cahaya yang diabsorbsi akan bergantung pada jumlah partikel dan ukuran partikel.Semakin besar dan banyak jumlah partikel, maka jumlah cahaya yang diabsorbsi akan semakin besar.Untuk penentuan kadarnya (detector) digunakan spektrofotometer cahaya (Alimuddin,2005)
Pada praktikum perhitungan mikroba ini pengenceran yang dilakukan adalah pengenceran desimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. Pada praktikum ini yang diamati hanya pada pengenceran 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5 karena konsentrasi mikroba yang diamati akan lebih sedikit sehingga mempermudah dalam pengamatan. Perhitungan ini dilakukan  dengan cara menghitung jumlah koloni yang dihasilkan dari masing-masing pengenceran. Perhitungan secara tidak langsung menggunakan metode turbidimetri yaitu dengan menghitung jumlah koloni dengan alat spektofotometri. Perhitungan jumlah koloni pada sampel susu dengan menghitung pada pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5. Hasil spektrofotometri dari pengenceran 10-2 yaitu 0,025 A, pengenceran 10-3 yaitu 0,292 A, pada pengenceran 10-4 yaitu 0,031 A, sedangkan pada pengenceran pada 10-5 yaitu 0,200 A. Data yang diperoleh dalam pengujian mikroba dalam pengenceran yang telah dilakukan maka, pada susu dengan alat spektrofotometri maka data sesuai dengan prinsip dari perhitungan total koloni secara tidak langsung dengan metode turbidimetri. Ketika mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan.
Pada perhitungan total koloni secara langsung dengan menggunakan metode cawan tuang. Bahan yang diuji yaitu susu cair, dilakukan pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, dan pengenceran 10-5. Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya. pada pengenceran 10-2 dihasilkan 0,072x105koloni bakteri, pengenceran 10-3 TBUD, pada pengenceran 10-4dihasilkan 9,4  x 105sedangkan pada pengenceran 10-5 dihasilkan 64x10-5 koloni bakteri pada susu. Pada pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5 telah ditemukan adanya bakteri pada susu yang tumbuh pada media agar. Dari data yang diperoleh dari perhitungan dengan metode cawan tuang tidak sesuai dengan prinsip pengenceran yaitu semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, semakin sedikit jumlah mikroba yang tumbuh. Sedangkan dapat dilihat dari data bahwa seharusnya jumlah bakteri pada pengenceran 10-2 lebih banyak dibandingkan 10-3. Karena suspensi susu lebih besar konsentrasinya pada pengenceran 10-2 dibandingkan dengan 10-3. Kesalahan tersebut bisa saja terjadi pada saat proses praktium. Baik saat pengencerab maupun pada saat penghomogenan suspensi dengan media cawan petri pada pengenceran 10-3 sehingga terjadi kontaminasi. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya bakteri lain selain dari suspensi susu sehingga jumlah mikroba yang tumbuh lebih banyak.










V.              KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.      Sampel tomat menunjukkan jumlah koloni yaitu TSUD
2.      Sampel sawi memiliki jumlah koloni terbnyak pada pengenceran 10-2 yaitu sebesar 149 CFU/ml.
3.      Sampel tepung pada kelompok 3 menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada pengenceran 10-4  yaitu 60 CFU/ml, dan kelompok 4 pada pengenceran 10-1  yaitu 98 CFU/ ml.
4.      Sampel bakso pada kelompok 5 menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada pengenceran 10-3  yaitu 110 CFU/ml, dan kelompok 6 pada pengenceran 10-4  yaitu 64 CFU/ ml.
5.      Sampel susu pada kelompok 7 menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada pengenceran 10-4  yaitu 206 CFU/ ml, dan kelompok 8 pada pengenceran 10-4  yaitu 94 CFU/ ml.
6.      Sampel susu memiliki jumlah koloni terbanyak dibanding sampel-sampel lain yaitu sebesar 206 CFU/ ml.










DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Arifah, Isti Noor. 2010. Analisis Mikrobiologi Pada Makanan. Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta.

Djaafar. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang
Ditimbulkan dan Pencegahannya. http://pustaka-deptan.go.id. [19 November         2015].

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia. Jakarta.

Fardiaz . 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Gobel, Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Jimmo. 2013.”Perhitungan Pertumbuhan Mikroba”.http://pertumbuhan mikroba-
jimmo.blogspot.com. diakses pada 19 november 2015 pukul 17.00 WIB.

Muctahdi, Dedi. 1978. Mikrobiologi Hasil Pertanian 1.  DEPDIKBUD. Jakarta.

Sukarta, Wayan. 2008. Mikroorganisme Dalam Bahan Makanan. Penerbit
Alumni. Bandung.










LAMPIRAN






Perhitungan
Kelompok 1:
·         10-2 = TBUD
·         10-3 = TBUD
·         10-4 = TBUD
·         10-5 = TBUD
Kelompok 2:
·         10-2 =   149 x        = 149 x 102       = 0,149 x 105
·         10-3 =   120 x        = 120 x 103       = 1,2 x 105
·         10-4 =   48 x           = 48  x 104         = 4,8  x 105
·         10-5 =   80 x          = 80 x 105          = 80  x 105
·         SPC     =      = 536,91 > 2  , maka ∑ mikroba = 0,149 x 105
Kelompok 3:
·         10-2 =   37  x         = 37  x 102         = 0,37 x 104
·         10-3 =   TSUD
·         10-4 =   60 x           = 60 x 104          = 60  x 104
·         10-5 =   TBUD
·         SPC     =      =  162,16  > 2  , maka ∑ mikroba = 0,37 x 104
Kelompok 4:
·         10-2 =   98 x          = 98 x 102          = 0,98 x 104
·         10-3 =   74 x          = 74 x 103          = 7,4 x 104
·         10-4 =   47 x           = 47  x 104         = 4,7  x 104
·         10-5 =   TSUD
·         SPC     =      =  47,96  > 2  , maka ∑ mikroba = 0,98 x 104
Kelompok 5:
·         10-2 =   88 x          = 88 x 102          = 0,088 x 105
·         10-3 =   100 x        = 100 x 103       = 105
·         10-4 =   82 x           = 82  x 104         = 8,2  x 105
·         10-5 =   70 x          = 70 x 105          = 70  x 105
·         SPC     =      = 795,45 > 2  , maka ∑ mikroba = 0,088 x 105
Kelompok 6:
·         10-2 =   45 x          = 45 x 102          = 0,45 x 104
·         10-3 =   37 x          = 37 x 103          = 3,7 x 104
·         10-4 =   64 x           = 64  x 104         = 64  x 104
·         10-5 =   TSUD
·         SPC     =      = 142,22  > 2  , maka ∑ mikroba = 0,45 x 104
Kelompok 7:
·         10-2 =   TBUD
·         10-3 =   190 x        = 190 x 103       = 19 X 104
·         10-4 =   206 x         = 206  x 104      = 206 x 104
·         10-5 =   TBUD
·         SPC     =      = 10,84  > 2  , maka ∑ mikroba = 19 X 104
Kelompok 8:
·         10-2 =   72 x          = 72 x 102          = 0,072 x 105
·         10-3 =   TBUD
·         10-4 =   94 x           = 94  x 104         = 9,4  x 105
·         10-5 =   64 x          = 64 x 105          = 64  x 105
·         SPC     =      = 888,89 > 2  , maka ∑ mikroba = 0,072 x 105


1 komentar:

  1. JTG B2B casino review and sign up bonus | The Jakarta Business
    This review 밀양 출장샵 contains details of JTG B2B casino, 군포 출장마사지 its 서귀포 출장샵 welcome bonus, and 정읍 출장마사지 all its important aspects. Rating: 4.2 · 평택 출장안마 ‎Review by JTG B2B

    BalasHapus