Rabu, 08 November 2017

Fermentasi Tempe

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tempe adalah salah satu makanan tradisional yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagi kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai. Tempe memiliki kandungan protein yang tinggi. Dimana kandungan susunan asam aminonya mendekati susunan asam amino pada protein hewani.
Sebenarnya pembuatan tempe merupakan proses fermentasi yang melibatkan salah satu jenis mikroorganisme yaitu jamur atau kapang sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih.  Jenis jamur yang bisa digunakan dalam proses fermentasi seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus Stolonife , dan Rhizopus arrhizus. Tetapi yang paling sering digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus Oligoporus . Orang awam biasa mengenal jamur ini dengan sebutan ragi tempe. Rhizopus Oligoporus  menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkatkan nilai nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah setelah menjadi tempe. Tempe yang masih baru  memiliki rasa dan bau yang spesifik.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :





Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang populer di indonesia, dibuat dari kacang-kacangan yang diinokulasi dengan jamur rhizopus oligosporus sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Warna putiih disebabkan adanya misellia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh misellia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa rhizopu sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga senya tersebut dapat dengan cepat dipergunakan oleh tubuh. 
Bahan baku utama tempe adalah kacang kedelai. Kacang kedelai adalah salah satu sumber protein nabati yang kadar proteinnya tinggi, dimana kadar proteinnya sebesar 35 % bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya mencapai 40-44 % (Koswara,1995). Disamping protein, kacang kedelai mempunyai nilai hayati yang tinggi setelah diolah, karena kandungan susunan asam aminonya mendekati susuna asam amino pada prootein hewani. Protein tempe atau kedelai disusun oleh asam amino non essensial.
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk pecahan baru dan substrat organik karena adanya aktivitas atau kegiatan mikroba. Fermentasi kedelai menjadi tempe oleh Rhizopus  Oligosporus terjadi pada kondisi anaerob. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau substrat mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi  pertumbuhannya. Dengan adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai tersebut. Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak. Semakin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia.
Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah keping-keping biji kedelai yang telah direbus. Mikroorganismenya berupa kapang tempe Rhizopus  Oligosporus, Rhizopus  oryzae, Rhizopus  stolonifer (dapat kombinasi dua spesies atau tiga-tiganya), dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 300 C, pH awal 6,8 serta kelembaban nisbi 70-80 %. Ragi pada tempe juga dikenal dengan nama Laru. Selain mempermudah daya cerna, kapang juga dapat meningkatkan kandungan protein bahan makanan. (Nurita Puji Astuti, 2009:9)Puji Astuti, Nurita. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.


Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktifitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Selama fermentasi, asam amino bebas akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam. (murata et al, 1967)
Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino, sehingga niitrogen terlarut meningat dari 0,5 menjadi 2,5 %. Degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH tempe yang baik berkisar antara 6,3-6,5. Aktifitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika pertumbuhan hifa kapang masih relatif sedikit. Hanya 5 % dari hidrolis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Sisanya terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino. Asam amino mengalami perubahan dari 1,02 menjadi 50,95 setelah fermentasi 48 jam. Proses perendaman dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein dimana selama perendaman protein turun sebanyak 1,4 %. (Nurhidayat dkk, 2006)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar