PEMBUATAN TAPAI UBI
(Laporan Praktikum Teknologi Serealia dan Palawija)
Oleh
Suci Nata Kusuma
1314051046
Kelompok 4

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Serealia dan umbi-umbian banyak
tumbuh di Indonesia. Produksi serealia terutama beras sebagai bahan pangan
pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula dengan bertambahnya penduduk,
kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus
meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan
umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian
sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung
dari selera.
Usaha penganekaragaman pangan
sangat penting artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan
pada satu bahan pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan
umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan
lama disimpan. Umbi-umbian seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, dan uwi
merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Pada
umumnya umbi-umbian dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, umbi-umbian harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, salah satunya adalah diolah menjadi tapai ubi (Radiyati, 1990).
Pada proses pembuatan tapai,
karbohidat mengalami proses peragian oleh mikroba atau jasad renik tertentu,
sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna. Pada hakekatnya semua makanan
yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi tapai (Radiyati, 199). Faktor
yang berperan pada proses pembuatan tape adalah konsentrasi dan jenis mikroba
pada ragi serta keseragaman pada tahap pencampuran ragi dengan bahan yang telah
dimasak (Saono et al., 1982). Pada
praktikum ini dilakukan penggunaan beberapa jenis umbi dan jenis ragi yang
berbeda, sehingga dapat diketahui jenis ragi yang cocok untuk pembuatan tapai dan
dapat menghasilkan mutu tapai terbaik dilihat dari karakteristik organoleptik
tapai ubi.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah
sebagai berikut:
a. Mengetahui
cara pembuatan tapai ubi dari berbagai jenis umbi-umbian
b. Mengamati
perubahan karakteristik pada tabai ubi dengan penggunaan jenis ragi dan jenis
umbi yang berbeda.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umbi –
umbian
Umbi-umbian adalah salah satu jenis
keanekaragaman dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang mempunyai nilai guna. Umbi-umbian
tersebut merupakan bahan sumber karbohidrat terutama pati dan merupakan sumber
cita rasa dan aroma karena mengandung aleoresin yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan dasar industri untuk menghasilkan produk komersial termasuk makanan,
kosmetik, dan obat-obatan. Singkong, ubi jalar, uwi, cantel, ganyong, gembili,
sente, suweg, talas, dan kentang merupakan contoh sumber karbohidrat yang
termasuk dalam umbi-umbian (Astawan, 2004).
2.1.1
Ubi kayu (singkong)
Singkong atau ubikayu (Manihot
esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia
yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman ini
merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung.
Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%,
pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu
1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit
kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar mengandung senyawa
glokosidasianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka
akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak
warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih
dari 50 ppm. Ada korelasi antara kadar HCN ubikayu segar dengan kandungan pati.
Semakin tinggi kadar HCN semakin pahit dan kadar pati meningkat, begitu pula
sebaliknya. Di samping itu, ubikayu segar mengandung senyawa polifenol dan bila
terjadi oksidasi akan menyebabkan warna coklat (browning secara
enzimatis) oleh enzim fenolase, sehingga warna tepung kurang putih (Prabawati,
2011).
Singkong dikenal
ada 2 macam, yaitu singkong kuning dan singkong putih. Singkong kuning dapat
disebut sebagai singkong mentega, singkong ini mempunyai sifat pada saat
dimasak adalah mempunyai tekstur yang pulen, dan cenderung lembut layaknya
mentega. Untuk singkong putih, singkong ini cocok untuk keripik, karena
teksturnya lebih padat dan keras (Anonim, 2008). Berdasarkan
kadar amilosa, ubikayu dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu ubikayu gembur dan ubi
kayu kenyal. Ubi kayu gembur (kadar amilosa lebih dari 20%) yang ditandai
secara fisik bila kulit ari yang berwarna coklat terkelupas dan kulit tebalnya
mudah dikupas. Sedangkan ubikayu kenyal (kadar amilosa kurang dari 20%)
ditandai dengan kulit ari berwarna cokelat tidak terkelupas (lengket pada kulit
tebalnya) dan kulit tebalnya sulit dikupas. Ubikayu (Singkong) merupakan bahan
baku yang sangat baik untuk produk fermentasi, karena kadar pati yang tinggi.
Beberapa produk tersebut adalah: tape (tradisional), maltodekstrin, glukosa,
fruktosa, sorbitol, bioetanol dan berbagai asam organik (Prabawati, 2011).
Tabel 1. Komposisi kimia singkong per 100 gram
bahan
Komponen
|
Singkong Putih
|
Singkong Kuning
|
Energi
(kal)
|
146,0
|
157,0
|
Protein
(g)
|
1,20
|
0,80
|
Lemak
(g)
|
0,30
|
0,30
|
Karbohidrat
(g)
|
34,70
|
37,9
|
Kalsium
(mg)
|
33,0
|
33,0
|
Phospor
(mg)
|
40,0
|
40,0
|
Besi
(mg)
|
0,70
|
0,70
|
Vitamin
A (SI)
|
0,0
|
385,0
|
Vitamin
B1(mg)
|
0,06
|
0,06
|
Vitamin
C (mg)
|
30,0
|
30,0
|
Air
(g)
|
62,25
|
60,0
|
Bagian
yg dapat dimakan (g)
|
75,0
|
75,0
|
2.1.2 Ubi jalar
Di dunia, peringkat ubi jalar
menduduki tingkat kesembilan di antara tanaman pangan penting lainnya. Ubi
jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung dan ubi
kayu, serta mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku
industri maupun pakan ternak. Jenis-jenis ubi jalar mempunyai perbedaan yaitu
pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi
kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina, 1998). Bentuk ubi biasanya
bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Kulit ubi
berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan, tergantung jenis
varietasnya. Daging ubi berwarna putih, kuning atau jingga sedikit ungu. Kulit
ubi maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang
menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari keduanya
menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit dan daging ubi
(Woolfe, 1992).
Menurut
Andrianto dan Indarto ( 2004), warna ubi jalar terdiri dari ubi jalar kuning,
ubi jalar oranye, ubi jalar putih, ubi jalar jingga dan ubi jalar ungu. Ubi
jalar berwarna jingga atau oranye mengandung betakaroten tinggi dari pada ubi
lainnya. Sementara varietas ubi jalar yang digunakan untuk pangan berdasarkan
tekstur daging ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi
berdaging lunak karena banyak mengandung air tidak berserat (agak berair,
berdaging manis) dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati dan
serat (banyak mengandung tepung) (Sarwono, 2005).
Menurut Juanda dan Cahyono (2000),
berdasarkan warna ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai
berikut:
1.
Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih
2. Ubi jalar kuning, yakni jenis
ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda, atau
kekuning-kuningan
3.
Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange
4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi
jalar yang memiliki daging berwarna ungu hingga ungu muda.
Keistimewaan ubi jalar terletak
pada kandungan beta karotennya yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan
lain terutama ubi jalar oranye.
Secara umum ubi jalar mengandung pati 8 – 29 %, karbohidrat bukan pati 0,5 –
7,5 %, gula reduksi 0,5 – 2,5 %, ekstrak eter 1,8 – 6,4 %, karoten 1 – 12 % dan
mineral lainnya 0,9 – 1,4 % dalam setiap 100 gram bahan segar. Ubi jalar dapat
digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang
efisien. Ubi jalar juga mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup, asam
askorbat, fosfor, besi dan kalsium. Disamping sumbangan vitamin dan mineral,
kadar karoten pada ubi jalar sebagai bahan utama pembentukan vitamin A yang
tinggi, dicirikan oleh umbi yang berwarna kuning kemerahan (Lingga, 1984). Adapun
komposisi kimia ubi jalar adalah sebagai berikut :
Tabel
1. Komposisi Ubi Jalar Berdasarkan Warna Daging Umbi
Komposisi Gizi
|
Ubi Putih
|
Ubi Kuning
|
Ubi Ungu
|
Pati
(%)
|
28,79
|
24,47
|
22,64
|
Gula
reduksi (%)
|
0,32
|
0,11
|
0,30
|
Lemak
(%)
|
0,77
|
0,68
|
0,94
|
Protein
(%)
|
0,89
|
0,49
|
0,77
|
Air
(%)
|
62,24
|
68,78
|
70,46
|
Abu
(%)
|
0,93
|
0,99
|
0,64
|
Serat
(%)
|
2,76
|
2,79
|
3,00
|
Vitamin
C (mg/100g)
|
28,68
|
25,00
|
21,43
|
Vitamin
A (SI)
|
60,00
|
9000,00
|
-
|
Antosianin
(mg/100g)
|
-
|
-
|
110,51
|
Sumber : Suprapta (2003) dalam Arixs
(2006); Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Direktorat
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2002).
Ditinjau dari komposisi kimia, ubi jalar potensial sebagai sumber
karbohidrat, mineral zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca) dan vitamin A,
vitamin C, vitamin B1, dan riboflavin. Warna daging ubi jalar jingga kemerah –
merahan memiliki hubungan dengan kandungan beta karoten lebih tinggi dari pada
jenis ubi jalar lainnya. β-karoten berfungsi untuk mencegah dan menanggulangi
penyakit mata. Tetapi tidak semua ubi jalar mengandung β-karoten yang tinggi.
Ubi jalar yang umbinya berwarna kuning atau putih memiliki kandungan β-karoten
lebih rendah. Zat yang terkandung di dalam ubi jalar dapat mencegah berbagai
penyakit, menghasilkan energi, membangun sel - sel dalam tubuh, serta meningkatkan
proses metabolisme tubuh (Juanda dan Cahyono, 2000).
2.1.3 Uwi
Uwi atau ubi kelapa (Dioscorea
alata L. syn. D. atropurpurea Roxb.) merupakan sejenis umbi-umbian.
Komposisi umbi uwi (Dioscorea spp.) sangat beragam tergantung
varietasnya, umumnya umbi uwi memiliki kandungan pati tinggi yaitu sebesar 25%,
serta kandungan provitamin A rendah tetapi vitamin C beragam antara 5-15
mg/100gr, kandungan protein umbi uwi sebesar 2%. Sebagian besar senyawa getah
yang keluar dari permukaan potongan umbi uwi adalah senyawa alkaloid. Beberapa
varietas umbi uwi mengandung alkaloid dioscorin (C12H12O2N) yang larut dalam
air dan hilang jika direndam dalam larutan yang mengandung air kapur dan
direbus. (Rubatzky dan Yamaguchi,1998).
Komposisi
kimia umbi uwi dapat dilihat pada tabel berikut:
Komposisi
|
Jumlah
|
kalori
|
101
kal
|
Protein
|
2,0
g
|
Lemak
|
0,2
g
|
Karbohidrat
|
19,8
g
|
Kalsium
|
45
mg
|
Fosfor
|
280
mg
|
Besi
|
1,8
mg
|
Vitamin
B1
|
0,10
mg
|
Vitamin
C
|
9,0
mg
|
Air
|
75
g
|
Sumber Prawiranegara (1996)
·
Uwi Ungu ( Dioscorea
Alata)

Uwi (Dioscorea alata)
merupakan salah satu varietas umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan
karbohidrat non beras. Dioscorea alata mempunyai umbi yang berwarna
putih kekuningan dan ada yang berwarna biru tua Uwi ini biasa disebut uwi ireng
(Jawa) kulit umbi bagian dalam berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda,
terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan. Terdapat juga uwi dorok
(Jawa), uwi memerah/uwi abang (Jawa) yang masih termasuk ke dalam kategori ini.
Panjang uwi sekitar 80 cm. Daging bagian tengah berwarna merah daging cerah
serta kulit dalamnya berwarna merah atau coklat kekuningan. Kulitnya kasar
berserabut, bentuknya tidak beraturan berwarna ungu kecoklatan karena warna
diikuti warna coklat kayu (Rubatzky dan Yamaguchi,1998).
·
Uwi Kuning (Dioscorea
alata)
Uwi ini, umbinya biasa disebut
dengan Uwi Menjangan, bercabang-cabang dengan panjang 35-60, tebal 7-10. Daging
berwarna kuning kecoklatan atau kuning jeruk kemerahan. Umbi melebar seperti
kipas ujungnya berlekuk dalam, sampai berbagi dan ukurannya besar sekali.
(Lingga dkk,1986) Uwi kuning yang memiliki berat 20-30 ton umbi basah memiliki
umur panen sekitar 6 sampai dengan 8 bulan. Uwi kuning di kalangan masyarakat belum
memiliki nilai ekonomis sama sekali. Salah satu penyebabnya karena kadar air
uwi ini relatif tinggi namun ada beberapa sub tipe Dioscorea alata yang
kadar airnya rendah sementara kadar patinya tinggi (Anonim, 2008).
·
Uwi Kuning Kulit Coklat
(Dioscorea rotundata)

Umbi
ini berwarna coklat pada permukaan luarnya dan berwarna putih
dan kuning pada daging umbinya.
(Dave’s, 2010). Kandungan nutrisinya lebih banyak dibandingkan kentang serta
teksturnya lebih padat. Kandungan gizi uwi sangat beragam disamping kaya akan
serat, uwi ini diperkaya dengan vitamin C, fosfor dan protein. Bentuk umbinya
lonjong, ujungnya rata atau berlekuk dalam (Lingga.dkk.1986).
·
Gembolo ( Dioscorea
bulbifera)

Umbi gembolo (Dioscorea saliva) disebut
juga uwi berbentuk bulat melebar dengan lekukan-lekukan yang dalam pada bagian
ujung menyerupai kipas, kulitnya berwarna coklat kemerahan sedangkan dagingnya
putih. Umbi gantung keluar dari ketiak daun, tidak bertangkai, permukaannya
berwarna abu-abu atau abu-abu berbecak coklat dan timbul. Kandungan gizi zat
umbi gembolo adalah sebagai berikut;
Tabel
3. Kandungan Gizi dalam 100 g Umbi Gembolo:
Zat Gizi
|
Jumlah
|
Energi
(kal)
|
100
|
Protein
(g)
|
2,0
|
Lemak
(g)
|
0,2
|
Karbohidrat
(g)
|
19,8
|
Kalsium
(mg)
|
45,0
|
Phospor
(mg)
|
28,0
|
Besi
(mg)
|
1,8
|
Serat
(g)
|
6,2
|
Vitamin
B1(mg)
|
19,01
|
Vitamin
C (mg)
|
0,01
|
Air
(g)
|
75,0
|
Bdd
(%)
|
86
|
Sumber:
Anonymous, 1981.
·
Gembili
(Dioscorea esculanta)

Umbi gembili serupa dengan gembolo
tetapi berukuran lebih kecil. Umbi tanaman gembili biasanya digunakan sebagai
sumber karbohidrat setelah dimasak atau dibakar. Gembili adalah varietas umbi
yang berwarna coklat muda dengan kulit tipis. Kulit gembili yang sudah direbus
akan menjadi kering. Umbinya berwarna putih bersih dengan tekstur menyerupai
ubi jalar dan rasa yang khas. Gembili mengandung etanol yang dapat digunakan
sebagai bahan baku bio-etanol atau minuman beralkohol. Seringkali umbi gembili
dikeringkan dan dibuat menjadi tepung dan belum lama ini dikembangkan produk olahan
lain seperti keripik/flake. Selain itu umbinya juga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pati dan alkohol.
2.2 Ragi Tape
dan Ragi Roti
Ragi
tape merupakan bibit atau starter untuk membuat berbagai macam makanan
fermentasi, seperti tapai ketan atau singkong, tapai ubi jalar, brem cair atau
padat, dan lainnya. Ragi tape berwujud padat dengan bulat pipih berwarna
putih. Ragi tape umumnya terdiri dari
kapang, khamir, dan bakteri. Citarasa tape yang dihasilkan ditentukan oleh
jenis mikrooragnisme yang aktif didalam ragi. Keaktifan mikroorganisme didalam
ragi diatur dengan penambahan bumbu dan rempah. Ragi tape dapat dibuat dari
bahan-bahan yang terdiri dari ketan putih, bawang putih, merica, lengkuas,
cabai untuk jamu, dan air perasan tebu secukupnya dengan memanfaatkan peralatan
sederhana. Ragi tape berfungsi sebagai sumber mikroba yang berperan dalam
proses fermentasi dan sumber protein sel tunggal, sehingga tape singkong
mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang asam manis, dan memiliki aroma khas
tape (Syarif, 1988).
Di dalam ragi ini
terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana
(glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol. Ragi yang mengandung
mikroflora seperti kapang, bakteri, dan khamir, berfungsi sebagai starter, dan
kaya akan protein yakni sekitar 40-50% dimana jumlah protein ragi tersebut
tergantung dari jenis bahan penyusunnya. Kapang dan khamir
yang terdapat dalam ragi tersebut terbentuk secara alami. Mikroorganisme yang terdapat di dalam
ragi tape adalah kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp, dan
Rhizopus sp.; khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis
malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae,
dan Candida utilis; serta bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus
sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam
menghasilkan tape (Supardi, 1999).
Ragi
roti atau yang dikenal dengan baker’s yeast pada umumnya berbentuk butiran,
berwarna putih bening, dan sering digunakan dalam pembuatan roti. Ragi roti
termasuk jenis ragi instant dimana penggunaanya dapat langsung dicampurkan
dengan bahan lainnya. Mikroorganisme utama yang terdapat dalam ragi roti adalah
Saccharomyces cerevisiae. Sel
khamir ini memiliki sifat-sifat fisiologi yang stabil, sangat aktif dalam
memecah gula yaitu mengubah pati dan gula menjadi karbondioksida dan alkohol,
terdispersi dalam air, mempunyai daya tahan simpan yang lama, dan tumbuh dengan
sangat cepat. Pada fermentsi, ragi roti dapat menghasilkan sejenis etanol yang
dapat memberikan aroma khusus yaitu sebagai penghasil flavour (Darwindra,
2010).
2.3 Fermentasi Tapai
Fermentasi dapat diartikan
sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Pada
proses fermentasi tapai tidak diharapkan adanya udara. Fermentasi harus
dilakukan dengan kondisi anaerob fakultatif. Pada proses fermentasi tapai akan
terjadi perombakan gula menjadi alkohol atau etanol, asam asetat, asam laktat,
dan aldehid (Amerin at al., 1972). Proses pembuatan tape
melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Saccharomyces
cerivisiae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa
dan glukosa) menjadi alcohol dan karbon dioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape juga terlibat
mikrorganisme lain seperti Mucor
chlamidosporus dan Endomycopsis
fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati
menjadi gula sederhana (glukosa).
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim
amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang
lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan
sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian
gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma
alkoholis pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat
alkoholnya. Khamir saccharomyces
cerevisiae memiliki daya konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi.
Mikroorgnisme ini menghasilkan enzim zimase dan intervase. Enzim zimase
berperan sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa).
Enzim intervase selanjutnya mengubah glukosa menjadi etanol. Konsentrasi gula
yang umumnya dibuat dalam pembuatan etanol yakni sekitar 14-18%. Jika
konsentrasi gula terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir. Lama
fermentasi yang dibutuhkan sekitar 30-70 jam dalam kondisi fermentasi anaerob
(Judoamidjojo, at al., 1992).
Fermentasi yang baik
dilakukan pada suhu 28-30 ºC dan membutuhkan waktu 45 jam. Fermentasi dapat
diperlambat jika dingin. Fermentasi tapai paling baik dilakukan pada kondisi
mikro aerob. Pada kondisi ini, kapang tidak mampu tumbuh sehingga tidak dapat
menghidrolisis pati. Namun demikian, pada kondisi aerob yang merupakan kondisi
paling baik bagi kapang dan khamir, aroma tidak berkembang dengan baik
karenatergantung dari fermentasi alkohol dan pada kondisi ini fermentasi
alcohol menurun (Amin, 1985). Suhu berpengaruh kepada kecepatan fermentasi,
meskipun suhu yang lebih rendah dari 25 ºC akan menghasilkan produk dengan
kadar alcohol yang tinggi pada fermentasi 144 jam. Tapai dapat bertahan 2-3
hari bila di fermentasi pada suhu kamar. Apabila fermentasi dalam suhu
kamar melebihi hasil yang didapatkan akan rusak. Bila dikemas dengan cangkir
plastik dan disimpan dalam lemari es akan bertahan selama 2 bulan akan tetapi
teksturnya akan rusak yaitu menjadi keras (Elan, 1994).
BAB III.
METODELOGI PERCOBAAN
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan
pada Rabu, 11 November 2015 pukul 08.00 s.d 10.00 WIB, di Laboratorium
Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
pada praktikum ini adalah kompor, panci, baskom, pengukus, pengaduk, daun
pisang, lap, keranjang/besek, talenan, sendok, dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan
adalah singkong, ubi jalar, uwi, ragi tempe, ragi roti, gula, dan air.
3.3 Diagram Alir
Masing-masing umbi dibuang kulitnya
dengan cara dikupas
|

Dicuci dengan air hingga bersih
|

Dipotong kecil-kecil seperti ukuran
tapai ubi pada umunmnya
|

Ditimbang berat ubi
|

Dikukus sampai matang
dan diangkat
|

Didiamkan sebentar
|

Ditambah ragi
sebanyak 0,5 % dari berat ubi (sesuai dengan perlakuan)
|

Dibungkus dengan daun
pisang dan diperam selama 3 hari untuk fermentasi
|

Diamati karakteristik
tapai ubi dengan pengujian organoleptik
|
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Data Pengamatan
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan, maka diperoleh data sebagai berikut:
No
|
Nama
Panelis
|
Jenis Perlakuan
|
Skor
Organoleptik
|
|||||
Warna
|
Aroma
|
Rasa
|
Tekstur
|
Penerimaan
|
Penampakan
|
|||
1
|
Amalia
|
1
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Suka
|
Tidak
berlendir, dan berair
|
2
|
Andika
|
3
|
2
|
2
|
3
|
Suka
|
||
3
|
Ryan
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Suka
|
||
4
|
Yunita
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Suka
|
||
5
|
Hasin
|
2
|
2
|
1
|
1
|
2
|
Tidak suka
|
Tidak
berlendir, dan tidak berair
|
6
|
Melina
|
2
|
1
|
1
|
1
|
Tidak suka
|
||
7
|
Ermas
|
2
|
1
|
1
|
1
|
Tidak suka
|
||
8
|
Rizky
|
2
|
1
|
1
|
1
|
Tidak suka
|
||
9
|
Venni
|
3
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
Berair
|
10
|
Eka
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
11
|
Arizal
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
12
|
Septi
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
13
|
Alfa S
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
14
|
Suci
|
4
|
1
|
2
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
Tidak
berlendir, dan tidak berair
|
15
|
Mulki
|
2
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
16
|
Febri
|
1
|
2
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
17
|
Shely
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Tidak suka
|
||
18
|
Astri
|
5
|
1
|
1
|
1
|
2
|
Tidak suka
|
Berair dan
berjamur
|
19
|
Colik
|
1
|
1
|
2
|
2
|
Tidak suka
|
||
20
|
Siska
|
|
1
|
1
|
1
|
2
|
Tidak suka
|
|
21
|
Fitri
|
1
|
1
|
1
|
2
|
Tidak suka
|
||
22
|
Danita
|
6
|
2
|
1
|
1
|
2
|
Tidak suka
|
Tumbuh kapang,
busuk
|
23
|
Abidin
|
2
|
1
|
1
|
2
|
Tidak suka
|
||
24
|
Syarifa
|
2
|
1
|
1
|
1
|
Tidak suka
|
||
25
|
Ega
|
2
|
1
|
1
|
1
|
Tidak suka
|
Keterengan:
·
Jenis Perlakuan:
-
1 = singkong, ragi tape
-
2 = singkong, ragi roti
-
3 = ubi jalar, ragi
tape
-
4 = ubi jalar, ragi
roti
-
5 = uwi, ragi tape
-
6 = uwi, ragi roti
·
Parameter Warna:
-
1 = tidak putih / tidak
ungu
-
2 = agak putih / agak
ungu
-
3 = putih / ungu
-
4 = sangat putih /
sangat ungu
·
Parameter Aroma dan
Rasa:
-
1 = tidak suka
-
2 = agak suka
-
3 = suka
-
4 = sangat suka
·
Parameter Tekstur:
-
1 = tidak lunak
-
2 = agak lunak
-
3 = lunak
-
4 = sangat lunak
·
Penerimaan Keseluruhan:
-
Suka / tidak suka
4.2
Pembahasan
Berdasarkan
perbedaan jenis ragi yang digunakan yaitu ragi tape dan ragi roti berpengaruh
terhadap sifat organoleptik tapai ubi yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur
serta penampakan. Singkong yang difermentasi dengan ragi tape memiliki warna
putih, aroma khas tapai yaitu tercium aroma alkohol, rasa yang asam manis,
bertekstur lunak, berair dan tidak berlendir, serta disukai oleh panelis. Sedangkan
singkong yang difermentasi dengan ragi roti memiliki warna agak putih, aroma
dan rasa kurang khas tapai, bertekstur tidak lunak, tidak berlendir dan tidak
berair, serta tidak disukai oleh panelis. Penggunaan ragi tape lebih baik
dibanding ragi roti dalam menghasilkan tapai singkong. Hal tersebut disebabkan
oleh adanya kecocokan antara enzim mikroba dalam ragi tape dengan substratnya
yaitu daging ubi/singkong. Dalam ragi tape selain terdapat Saccharomyces cerivisiae, juga
terlibat mikrorganisme lain seperti Mucor
chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera,
yang keduanya turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana
(glukosa). Sedangkan pada ragi roti hanya terdapat satu jenis mikroba yaitu Saccharomyces cerivisiae, sehingga proses
pembentukan tapai kurang optimal. Selain itu, kesterilan ragi dan bahan dasar pembuatan tape merupakan hal
penting yang harus diperhatikan. Jika ragi tidak steril maka dapat mencemari
mikroba lain sehingga akan menghambat proses fermentasi dan berpengaruh
terhadap kualitas tape yang dihasilkan.
Ubi
jalar yang difementasi baik dengan ragi tape maupun ragi roti menghasilkan
tapai ubi jalar dengan karakteristik yang hampir sama. Tapai ubi jalar yang
dihasilkan yaitu berwarna tidak putih, beraroma khas tapai, rasa tidak disukai
panelis, bertekstur lunak, dan penerimaan tidak disukai oleh panelis. Penampakan
tapai dengan ragi tape yaitu berair, sedangkan dengan ragi roti yaitu tidak
mengeluarkan lendir ataupun air. Pada saat pengamatan tidak dilakukan pengujian
organoleptik rasa pada perlakuan 2 sampai 5 karena tapai telah berlendir dan
ditumbuhi jamur, dimana jamur tersebut bersifat patogen dan dikhawatirkan dapat
menyebabkan keracunan.
Uwi
yang difermentasi dengan ragi tape menghasilkan tapai dengan warna tidak ungu,
aroma tidak khas tapai, tekstur agak lunak, penampakan berair dan berjamur,
serta tidak disukai oleh panelis. Sedangkan uwi yang difermentasi dengan ragi
roti menghasilkan tapai dengan warna agak ungu, rasa dan aroma tidak khas
tapai, tekstur agak lunak mendekati tidak lunak, ditumbuhi kapang dan busuk serta
tidak disukai oleh panelis. Tumbuhnya kapang tersebut disebabkan oleh adanya
kontaminasi dari mikroba lain akibat ketidaksterilan ragi ketika inokulasi
starter. Ragi roti yang digunakan untuk fermentasi dilarutkan terlebih dahulu
dengan air secukupnya dalam wadah kemudian dilakukan pengadukan, dan hal ini
dimungkinkan terjadinya masuknya mikroba lain salah satunya dapat berasal dari
wadah yang kurang steril.
Selanjutnya
karakteristik tapai ubi berdasarkan jenis umbi yang digunakan yaitu singkong,
ubi jalar, dan uwi. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa tapai singkog lebih
baik dibanding tapai ubi jalar maupun uwi. Tapai singkong memiliki warna putih,
aroma khas tapai, rasa khas tapai yaitu asam manis, bertekstur lunak, berair
dan tidak berlendir, serta disukai oleh panelis. Sedangkan tapai ubi jalar dan
tapai uwi cenderung memiliki warna tidak putih/ tidak ungu, beraroma kurang
khas tapai, rasa agak asam, teksur agak lunak, ada yang berlendir dan ditumbuhi
kapang, serta tidak disukai panelis. Karakteristik tidak khas tapai tersebut
disebabkan karena ketidakcocokan antara enzim mikroba dengan substratnya yaitu daging
ubi jalar dan uwi. Ubi jalar dan uwi memiliki kandungan karbohidrat lebih
rendah daripada singkong, hal ini berpengaruh terhadap proses pengubahan pati
menjadi maltosa dan kemudian glukosa.
BAB
V. KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ragi
tape menghasilkan karakteristik tapai lebih baik dibanding dengan ragi roti.
2. Tapai
singkong memiliki karakteristik organoleptik lebih baik baik dibanding dengan
tapai ubi jalar dan tapai uwi.
3. Tapai
singkong denga ragi tape menghasilkan warna putih, aroma khas tapai, rasa asam
manis, bertekstur lunak, berair dan tidak berlendir, serta disukai oleh
panelis.
4. Tapai
singkong dengan ragi roti menghasilkan warna agak putih, aroma dan rasa kurang
khas tapai, bertekstur tidak lunak, tidak berlendir dan tidak berair, serta
tidak disukai panelis.
5. Tapai
ubi jalar dengan ragi tape dan ragi tape dan ragi roti menghasilkan warna tidak
putih, beraroma khas tapai, rasa asam, bertekstur lunak, dan tidak disukai
panelis.
6. Tapai
uwi dengan ragi tape menghasilkan warna tidak ungu, beraroma kurang khas tapai,
rasa agak asam, teksur agak lunak, dan ada yang berlendir, serta tidak disukai
panelis.
7. Tapai
uwi dengan ragi roti menghasilkan warna agak ungu, beraroma kurang khas tapai,
rasa agak asam, teksur tidak lunak, berair, berjamur, dan tidak disukai
panelis.
DAFTAR
PUSTAKA
Adrianto, T.T., dan N. Indarto,
2004. Ubi Jalar dan Kentang. Absolut,
Yogyakarta.
Amien Muhammad, 1985., Pegangan Umum
Bioteknologi 3. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta.
Amerine,
M., A. Berg and M. V. Croes. 1972. The Technology of Wine Making,
The AVI Publishing Company, Wesport, Connecticut.
Anonim. 2008.
Umbi-umbian, alternatif beras yang baik
dan berlimpah.
http://akuinginhijau.org/2008/03/25/umbi-umbian-alternatif-beras-yang-baik-dan-berlimpah/. Diakses pada Sabtu, 14 November 2015 pukul 11.30 WIB.
Anonymous,
1981.Teknologi Pangan dan Agroindustri.Volume 1, nomor 1
12.Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Bogor.
Antarlina, S.S., 1998. Proses
pembuatan dan penggunaan tepungubi jalar untuk
produk pangan.Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Unbraw. Malang.
Astawan, 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta : Tiga
Serangkai.
Darwindra, haris dianto. 2010. Makalah “Peran ragi dalam proses pembuatan
roti”. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Davis, N.D & Blevins, W.T.2010. Methods for Laboratory Fermentation.
In:
Microbial
Technology : Fermentation Technology. Second edition, Volume II. London.
Academic Press Inc. London. hlm. 80-241.
Elan, Suherlan. 1994.
Bioteknologi Bahan Pangan. Jurusan Pendidikan Biologi
FPMIPA, Bandung.
Judoamidjojo,
R.M., A.A.Darwis, dan E.G.Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi.
Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian
Bogor.
Juanda, D. dan
B. Cahyono, 2000. Ubi Jalar : Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius,
Yogyakarta.
Lingga, P.
Sarwono, B. Rahardi, F. Rahardja, D. Afriastini, J. J. Apradji, W. 1986.
Bertanam
Ubi- Ubian. Jakarta : Penerbit
Swadaya.
Prabawati,
Sulusi., Nur Richana dan Suismono. 2011. Inovasi Pengolahan
Singkong (Meningkatkan Pendapatan
dan Diversifikasi Pangan). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor.
Radiyati,
Tri dan Agusto, W.M. 1990. Pendayagunaan ubi kayu. Subang :
BPTTG Puslitbang Fisika Terapan – LIPI. Hal. 18-27.
Rubatzky,
V. E dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
Dan Gizi Edisi Kedua.
Bandung: ITB press.
Saono
et al., 1982. A Concise Handbook of Indigenous Fermented Foods in the
ASCA.
Supardi,
I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamana
pangan. Alumni, bandung.
Suprapta,
2003. Pengaruh Lama Blanching terhadap Kualitas Stik Ubijalar
(Ipomea batatas L.) dari Tiga Varietas. Prosiding Temu Teknis Nasional,
Tenaga Fungsional Pertanian. UGM.
Yogyakarta.
Syarif,
r dan A irawati. 1988. Pengethuan bhan untuk industri prtanian.
Mediyatama sarana perkasa. Jakarta.
Woolfe. 1992.
Sweet potato; an untapped food resource. Cambridge university
press.
Cambridge, P 643.
LAMPIRAN
![]() |
![]() |
||||
![]() |




![]() |
|||
![]() |
|||
e.
Proses pengukusan ubi f.
Proses pendinginan ubi sebelum inokulasi starter
![]() |
![]() |
||||
![]() |
g.
Proses penimbangan ubi h.
Proses pembagian ubi sesuai perlakuan
![]() |
![]() |
||||
![]() |
i.
Proses inokulasi starter (sesuai perlakuan) j.
Ubi siap difermentasi selama 3 hari 3 malam


k. Tapai singkong, ragi tape (perlakuan 1) l. Tapai singkong, ragi roti


m. Tapai ubi jalar, ragi tape (perlakuan 3) n. Tapai ubi jalar, ragi roti (perlakuan
4)

o. Tapai uwi,
ragi roti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar