ANALISIS MIKROBIOLOGI
PADA BAHAN HASIL PERTANIAN
(Laporan Praktikum Analisis Hasil Pertanian)
Oleh
Kelompok 8
Deslita Putri 1214051019
(Laporan Praktikum Analisis Hasil Pertanian)
Oleh
Kelompok 8
Deslita Putri 1214051019
Siti Marifah 1314051045
Suci Nata K 1314051046
Syarifah Rohana 1314051048
Venni Elsa M Manik
1314051049
Yofita Sulfiana 1314051050
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahan pangan yang beredar di pasaran dengan berbagai bentuk dan rasa yang
bermacam-macam namun tidak semua bahan
pangan yang beredar dipasaran memenuhi standar SNI yang ditetapkan
sehingga berbahaya bagi kesehatan konsumen. Hal ini dapat terjadi karena bahan
pangan tersebut telah terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia, maupun mikroba.
Hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan
sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah
Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, kapang,
khamir serta mikroba patogen lainnya. Mikroba mempunyai batasan tertentu dalam
bahan pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi
lingkungan juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat
(Sukarta,2008).
Pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji
fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Pengujian
mikrobiologi diantaranya meliputi uji kualitatif untuk menetukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji
kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji
bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut. Uji kuantitatif mikroba dalam produk
pangan akan berfungsi sebagai acuan batasan mutu dan daya tahan (daya simpan)
produk yang telah dihasilkan. Jika ditemukan mikroba yang telah melebihi
standar, maka dapat dipastikan produk tersebut tidak akan dapat bertahan lama.
Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan mikroba yang akan merusak produk. Uji kualitatif pada suatu produk pangan
atau bahan pangan lebih mengarah pada pengecekan untuk melihat tingkat keamanan
suatu produk untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Pengecekan uji kualitatif
diarahkan untuk mengecek mikroba-mikroba yang dapat berakibat pada manusia
setelah mengkonsumsi makanan tersebut (Fardiaz,1989).
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah mikrobia dalam suatu suspensi
atau bahan pangan dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu berdasarkan
perhitungan jumlah sel yang terdiri atas hitungan mikroskopik, hitungan cawan,
dan MPN (Most Probable Number), berdasarkan perhitungan massa sel secara
langsung yang terdiri atas volumetrik, gravimetrik, dan kekeruhan
(turbidimetri), dan berdasarkan perhitungan massa sel secara tidak langsung
yang terdiri atas analisis komponen sel (protein, DNA, ATP, dan sebagainya),
analisis produk katabolisme (metabolit primer atau sekunder, panas), dan
analisis konsumsi nutrient (karbon, nitrogen, oksigen, asam amino, dan
sebagainya) (Buckle, 1987). Pada praktikum ini pengujian pada bahan pangan
dilaksanakan dengan metode cawan tuang
dan hasil total mikroba dihitung dengan Total Plate Count serta kekeruhan
dilihat dengan menggunakan spektrofotometer.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah :
a. Untuk mengetahui cara pengujian mikrobiologi pada bahan pangan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
b. Untuk mengetahui cara pengujian mikrobiologi dengan menggunakan metode
cawan tuang.
c. Untuk mengetahui total mikroba yang terkandung dalam suatu bahan pangan.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Mikrobiologi Pangan
Mikrobiologi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan
terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan
mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi
pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan
seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang
menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses pengolahan dan
pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-perubahan
yang merugikan. Contonya, pada makanan-makanan yang telah diawetkan
dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan
pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun
citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum produk pangan
mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya
dilakukan proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang
berguna untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan
mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan.
Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat menyebabkan
kebusukan makanan. Begitu juga dengan penambahan garam pada umumnya dapat
menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang pertumbuhan
bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna. Tidak saja
ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda, karakteristik dalam
masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut akan
mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi
penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk
berbeda dan sangat spesifik (Arifah, 2010).
2.2 Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan
2.2.1 Faktor Intrinsik
(Sifat Bahan Pangan)
Faktor–faktor intrinsik atau faktor dalam yang dapat
mempengaruhi populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi sifat-sifat
kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Faktor ini meliputi
nilai aktivitas aira(Aw), komposisi nutrien, pH, potensial redoks,
adanya bahan pengawet alamiah atau tambahan dan sebagainya.
Ø Aktivitas Air (aw= water activity)
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan
jenis mikrooganisme khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap
jenis bahan makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 –
0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme dan biasanya
kerusakan akan lebih banyak karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan kapang dan khamir.
Ø Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0
sampai 8,0. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai
8,0 dan hanya jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan pada
bahan makanan dengan pH yang lebih rendah.
Ø Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah
suatu sistem indeks dari tingkat oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial
redoks yang tinggi akan membantu pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme
yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas.
Ø Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis
mikroorganisme yang dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis
zat gizi yang penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan
dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillus yang
membutuhkan banyak zat gizi.
Ø Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan makanan
seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal tumbuh-tumbuhan dan
lizozyme serta avidin pada bahan makanan dari hewani seperti telur.
Ø Struktur Biologis
Struktur biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari
bagian tanaman berguna untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam bahan
makanan (Muctahdi, 1978).
2.2.2 Faktor
Pengolahan
Faktor pengolahan ini akan mempengaruhi jumlah
mikroorganisme yang dominan dalam bahan makanan yang telah diolah atau
diawetkan. Proses pengolahan seperti pemanasan atau irradiasi dapat membunuh sebagian
atau seluruh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang tidak tahan
terhadap panas dan irradiasi. Pengeringan dan pembekuan bahan makanan dapat
mengakibatkan kerusakan pada mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Tetapi
beberapa jenis mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan tersebut akan tetap
dapat hidup dan dapat menyebabkan kerusakan bila bahan makanan tersebut
dicairkan.
2.2.3
Faktor Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi
memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor yang
mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan
gas, merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad
renik yang terdapat pada makanan.
2.2.4 Faktor Implisit
Berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikro organisme hidup bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu
merugikan pertumbuhan jenis mikrorganisme yang lain (antagonisme).
2.2.5 Faktor Makanan
1. Makanan yang mudah rusak,
yaitu yang mempunyai aktivitas air
(aw), dan pH yang
relatif tinggi (pH>5,3), misalnya
: daging , daging ayam, ikan ,susu dan sebagainya.
2. Makanan
yang agak awet, yaitu makanan yang mempunyai pH pertengahan (antara
4,5 sampai 6,3
) atau telah mengalami proses pengawetan sehingga
kadar airnya menjadi agak rendah, misalnya: jam, jeli, susu kental manis, acar,
sosis terfermentasi dan sebagainya.
3. Bahan makanan yang awet (tahan
lama disimpan) yaitu makanan yang telah diawetkan dengan
pengeringan sehingga kadar airnya (aw) rendah, misalnya dendeng, abon, ikan
asin dan sebagainya.
2.3 Pengaruh Proses
Pengolahan terhadap Mikroorganisme
2.3.1 Pengaruh
Pemanasan Terhadap Mikroorganisme
Untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba
dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu
diatas suhu maksimum pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin
tinggi suhunya akan semakin tinggi laju kematiannya.
2.3.2 Pengaruh
Pembekuan Terhadap Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna
untuk pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu
dibawah 320F, tetapi ada beberapa jenis khamir yang masih
bisa tumbuh dalam substrat tidak beku pada suhu dibawah 150F.
Pendinginan yang lambat dapat merusak populasi mikroba dan bentuk mikrobia yang
sangat peka adalah sel-sel vegetatif, sedangkan spora biasanya tidak rusak oleh
pembekuan.
2.3.3 Pengaruh
Pengeringan Terhadap Mikroorganisme
Proses pengeringan dalam pengolahan bahan makanan
merupakan proses pembatasan air yang digunakan untuk
pertumbuhan oleh mikroorganisme. Hal ini akan menentukan jumlah dan
jenis dari mikroorganisme untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut.
2.3.4 Pengaruh Pengolahan dengan Garam, Asam, dan Bahan
Kimia Pengawet terhadap Mikroorganisme
Pengolahan dengan Garam dan Asam
Garam akan sangat berpengaruh bila dimasukan kedalam
bahan makanan karena garam akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pencemar pada bahan
makanann terutama mikroorganisme proteolitik dan pembentuk spora walaupu dengan
kadar yang sangat rendah (sampai 6%). Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi
dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat
dicegah pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan
dikombinasikan dengan suhu rendah.
Pengolahan dengan Gula
Penggunaan gula dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam
konsentrasi yang tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan
mengakibatkan air yang ada dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme sehingga kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang
menyebabkan mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya.
Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat atau
menghentikan aktivitas mikroorganisme baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya
bahan kimia pengawet yang digunakan bersifat bakteriostatik karena hanya
dipakai dalam jumlah kesil sehingga tidak membahayakan bagi konsumennya.
Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi
ketahahan dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu:
radiasi panas yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang
yang panjang dan radiasi ionisasi yang merupakan radiasi yang
menggunakan sinar gelombang yang pendek.
2.4 Produk Pertanian
(Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah bakteri
yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap
bahan pangan yang telah mengalami tahap pengolahan.
Splittstoesser dan Wettergreen (1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan
adanya Enterobacter dan Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang
merupakan mikroflora normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan
sebagai indicator sanitasi. Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform
fekal seperti Escheria coli yang sebenarnya jarang ditemukan
pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai mikroorganisme indicator
sanitasi pada sayuran.
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.coli dibandingkan
dengan sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran
jarang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah
pemanenan sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran
bukan termasuk ke dalam habitat normal E.coli. 3) Kemingkinan
terjadi kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayuran, tetapi E.colimerupakan
bakteri yang sensitive terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak
akan terdeteksi pada produk sayuran beku.
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut
sudah terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh
selama penyimpanan pada suhu simpan yang normal. Pengujian untuk
kualitas keamanan makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum.
Bakteri ini tergolong bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat
mesofilik, dan juga merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat
mengakibatkan keracunan yang bersifat fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme
indicator sanitasi ini yang paling sering dilakukan terhadap makanan kaleng.
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah
atau dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola
hepatica akan berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan
kotoran kambing atau domba yang tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang
tercemarShigella sp., Salmonella sp., E. coli,
dan Vibrio cholerae dapat mencemari buah dan sayur. Selain
itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp.,
dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur
melalui tanah. Namun, penanganan dan pemasakan yang baik dan benar
dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora
(Djaafar, 2007).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada
hari jumat, 06 November 2015, pukul 09.30 -11.30 WIB. Dilaboratorium
Mikrobiologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas lampung.
3.2
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan adalah cawan petri, kapas, aluminium foil, tabung Elrlenmeyer,
forteks, autoklaf, rak tabung reaksi, mikropipet, pipet tip, tabung reaksi,
Coloni Counter, spektrofotometer dan inkubator.
Bahan
yang digunakan adalah susu cair, bakso, tomat, daun sawi, tepung terigu,
aquades, alkohol dan nutrient broth.
3.3 Diagram Alir
Disiapkan
alat dan bahan
|
Sampel
padat seperti bakso dan sawi ditimbang 1 gram dan dihomogenkan dalam aquades
steril. Untuk sampel cair diambil dengan pipet sebanyak 1 ml dan dihomogenkan
dalam aquades steril.
|
Sampel diencerkan di
tabung reaksi pada pengenceran 10-1 sampai 10-5 dan
setiap pengenceran dihomogenkan.
|
Sampel yang telah
dihomogenkan pada tabung reaksi di hitung absorbansi dengan sprektofotometer
|
Masing-masing hasil
pengenceran diambil dengan pipet sebanyak 1 ml sampel dan dituangkan ke dalam
cawan petri steril, kemudian dituangkan medium nutrient broth sebanyak 15 ml
lalu dihomogenkan
|
Cawan petri yang
berisi sampel diinkubasi pada inkubator selama 3 hari.
|
Koloni bakteri yang
tumbuh diamati dan dihitung dengan Coloni Counter
|
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Data yang
diperoleh berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
-
Data Hasil Spektrofotometri
Kelompok/
sampel
|
10-2
|
10-3
|
10-4
|
10-5
|
1 (Tomat)
|
0,039 A
|
-0,012 A
|
-0,016 A
|
-0,015 A
|
2 (Sawi)
|
-0,043 A
|
-0,049
|
-0,076 A
|
-0,081 A
|
3 (Tepung)
|
0,027 A
|
-0,026 A
|
-0,12 A
|
-0,027 A
|
4 (Tepung)
|
0,470 A
|
0,075 A
|
0,036 A
|
0,015 A
|
5 (Bakso)
|
-0,046 A
|
-0,055 A
|
-0,059 A
|
-0,088 A
|
6 (Bakso)
|
0,001 A
|
-0,017 A
|
-0,012 A
|
-0,015 A
|
7 (Susu)
|
0,679 A
|
0,105 A
|
0,008 A
|
0 A
|
8 (Susu)
|
0,025 A
|
0,292 A
|
0,031 A
|
0,200 A
|
-
Data Jumlah Koloni pada
Sampel
Kelompok
|
10-2
( CFU/ml)
|
10-3
( CFU/ml)
|
10-4
( CFU/ml)
|
10-5
( CFU/ml)
|
1
|
TSUD
|
TSUD
|
TSUD
|
TSUD
|
2
|
149
|
120
|
48
|
80
|
3
|
37
|
TSUD
|
60
|
TBUD
|
4
|
98
|
74
|
47
|
TSUD
|
5
|
88
|
100
|
82
|
70
|
6
|
45
|
37
|
64
|
28
|
7
|
TBUD
|
190
|
206
|
TBUD
|
8
|
72
|
TBUD
|
94
|
64
|
4.2 Pembahasan
Perhitungan
bakteri adalah suatu cara yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni bakteri
yang tumbuh pada suatu media pembiakan. Secara mendasar ada dua cara
penghitungan bakteri, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung merupakan
perhitungan yang menghitung jumlah total sel (sel mati dan hidup) yang ada pada
sampel. Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan
banyak peralatan. Namun mempunyai kelemahan yakni sel-sel mikroba yang telah
mati tidak dapat dibedakan dari sel yang hidup. Dengan kata lain hasil yang
diperoleh ialah jumlah total sel yang ada di dalam populasi. Ada beberapa cara
perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari
suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan
ruang hitung (counting chamber). Metode yang digunakan pada perhitungan ini
adalah Metode hitungan cawan (Total Plate Count), Metode Petroff-Hauser
Sedangkan Perhitungan secara tidak langsung dipakai untuk menentukan jumlah
mikroba keseluruhan baik yang hidup maupun yang mati atau hanya untuk
menentukan jumlah mikroba yang hidup saja tergantung pada cara yang
dipergunakan. Diantaranya berdasarkan jumlah koloni (plate count) yaitu dengan
membuat suatu pengenceran bahan dengan kelipatan 10. Perhitungan secara tidak
langsung ini dengan menggunakan metode Plate Count Method, Most Probable Number
(MPN), dan Turbidimetri (Gobel, Risco, B., dkk., 2008.)
Perhitungan
langsung dengan metode cawan tuang. Pada metode cawan tuang mmenggunakan
anggapan bahwa setiap sel akan hidup berkembang menjadi satu koloni. Jumlah
koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah oganisme yang terkandung di dalam
sampel. Teknik perhitungan ini membutuhkan kemampuan melakukan pengenceran dan
mencawankan hasil pengenceran. Cawan-cawan tersebut kemudian diinkubasi dan
kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Prinsip dari perhitungan metode
hitungan cawan adalah bila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada
medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dan kemudian dapat dihitung tanpa menggunakan mikroskop.
Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang (pour plate)
dan metode permukaan (surfacelspread plate). Pada metode tuang, sejumlah sampel
(1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan
petri, kemudian ditambhkan agar-agar cair yang steril yang telah didinginkan
(47-50ºC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar
(Jimmo,2013)
Metode
cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik,
dengan alasan hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung, beberapa jasad
renik dapat dihitung sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi
mikroba, karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang
mempunyai penampakan spesifik. Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas,
metode hitungan cawan juga memiliki kelemahan sebagai berikut hasil perhitungan
tidak menunjukkan hasil yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan
mungkin membentuk koloni, medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin
menghasilkan jumlah yang berbeda pula. mikroba yang ditumbuhkan harus dapat
tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak, jelas, dan tidak
mnyebar. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung. Metode
perhitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang hidup dapat
berkembang menjadi koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan adalah
indeks bagi jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam sampel. Setelah
inkubasi, jumlah semua koloni diamati untuk memenuhi persyaratan statistik.
Cawan yang dipilih untuk menghitung koloni adalah cawan yang mengandung antara
30 sampai 300 koloni.(Fardiaz,1992)
Turbidimetri merupakan metode yang cepat untuk
menghitung jumlah bakteri dalam suatu larutan menggunakan
spektrofotometer. Bakteri menyerap cahaya sebanding dengan volume total sel
(ditentukan oleh ukuran dan jumlah). Ketika mikroba bertambah jumlahnya
atau semakin besar ukurannya dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan
dalam biakan. Kekeruhan dapat disebut optical density (absorbsi cahaya,
biasanya diukur pada panjang gelombang 520
nm –700 nm). Untuk mikroba tertentu, kurva standar dapat memperlihatkan jumlah organisme/ml (ditentukan
dengan metode hitungan cawan) hingga pengukuran optical density atau
ditentukan dengan spektrofotometer. Prinsip kerja menghitung jumlah cahaya yang
diteruskan (dan mengkalkulasi jumlah cahaya yang diabsorbsi) oleh partikel
dalam suspense untuk menentukan konsentrasi substansi yang ingin dicari.Karena
menggunakan jumlah cahaya yang diabsorbsi untuk pengukuran konsentrasi, maka
jumlah cahaya yang diabsorbsi akan bergantung pada jumlah partikel dan ukuran
partikel.Semakin besar dan banyak jumlah partikel, maka jumlah cahaya yang
diabsorbsi akan semakin besar.Untuk penentuan kadarnya (detector) digunakan spektrofotometer
cahaya (Alimuddin,2005)
Pada
praktikum perhitungan mikroba ini pengenceran yang dilakukan adalah pengenceran
desimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4,
dan 10-5. Pada praktikum ini yang diamati hanya pada pengenceran 10-2,
10-3, 10-4 dan 10-5 karena konsentrasi mikroba
yang diamati akan lebih sedikit sehingga mempermudah dalam pengamatan. Perhitungan
ini dilakukan dengan cara menghitung
jumlah koloni yang dihasilkan dari masing-masing pengenceran. Perhitungan
secara tidak langsung menggunakan metode turbidimetri yaitu dengan menghitung
jumlah koloni dengan alat spektofotometri. Perhitungan jumlah koloni pada
sampel susu dengan menghitung pada pengenceran 10-2, 10-3,
10-4, 10-5. Hasil spektrofotometri dari pengenceran 10-2
yaitu 0,025 A, pengenceran 10-3 yaitu 0,292 A, pada pengenceran 10-4
yaitu 0,031 A, sedangkan pada pengenceran pada 10-5 yaitu 0,200 A.
Data yang diperoleh dalam pengujian mikroba dalam pengenceran yang telah
dilakukan maka, pada susu dengan alat spektrofotometri maka data sesuai dengan
prinsip dari perhitungan total koloni secara tidak langsung dengan metode
turbidimetri. Ketika mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya
dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan.
Pada
perhitungan total koloni secara langsung dengan menggunakan metode cawan tuang.
Bahan yang diuji yaitu susu cair, dilakukan pengenceran 10-2, 10-3,
10-4, dan pengenceran 10-5. Pada metode perhitungan cawan
dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk
konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di
hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya. pada pengenceran 10-2
dihasilkan 0,072x105koloni bakteri, pengenceran 10-3
TBUD, pada pengenceran 10-4dihasilkan 9,4 x 105sedangkan pada pengenceran 10-5
dihasilkan 64x10-5 koloni bakteri pada susu. Pada pengenceran 10-2,
10-3, 10-4, dan 10-5 telah ditemukan adanya bakteri pada susu yang tumbuh pada
media agar. Dari data yang diperoleh dari perhitungan dengan metode cawan tuang
tidak sesuai dengan prinsip pengenceran yaitu semakin banyak jumlah pengenceran
yang dilakukan, semakin sedikit jumlah mikroba yang tumbuh. Sedangkan dapat
dilihat dari data bahwa seharusnya jumlah bakteri pada pengenceran 10-2
lebih banyak dibandingkan 10-3. Karena suspensi susu lebih besar
konsentrasinya pada pengenceran 10-2 dibandingkan dengan 10-3.
Kesalahan tersebut bisa saja terjadi pada saat proses praktium. Baik saat
pengencerab maupun pada saat penghomogenan suspensi dengan media cawan petri
pada pengenceran 10-3 sehingga terjadi kontaminasi. Hal ini
mengakibatkan tumbuhnya bakteri lain selain dari suspensi susu sehingga jumlah
mikroba yang tumbuh lebih banyak.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Sampel
tomat menunjukkan jumlah koloni yaitu TSUD
2. Sampel
sawi memiliki jumlah koloni terbnyak pada pengenceran 10-2 yaitu
sebesar 149 CFU/ml.
3. Sampel
tepung pada kelompok 3 menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada pengenceran 10-4
yaitu 60 CFU/ml, dan kelompok 4
pada pengenceran 10-1 yaitu
98 CFU/ ml.
4. Sampel
bakso pada kelompok 5 menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada pengenceran 10-3
yaitu 110 CFU/ml, dan kelompok 6
pada pengenceran 10-4 yaitu 64
CFU/ ml.
5. Sampel
susu pada kelompok 7 menunjukkan jumlah koloni terbanyak pada pengenceran 10-4
yaitu 206 CFU/ ml, dan kelompok 8
pada pengenceran 10-4 yaitu 94
CFU/ ml.
6. Sampel
susu memiliki jumlah koloni terbanyak dibanding sampel-sampel lain yaitu
sebesar 206 CFU/ ml.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin. 2005.
Mikrobiologi Dasar. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Arifah, Isti Noor. 2010. Analisis
Mikrobiologi Pada Makanan. Fakultas Pertanian,
Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan
Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah:
Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta.
Djaafar. 2007.
Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang
Fardiaz,
Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia. Jakarta.
Fardiaz . 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi.
IPB. Bogor.
Gobel,
Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas
Hasanuddin.
Makassar.
Jimmo. 2013.”Perhitungan
Pertumbuhan Mikroba”.http://pertumbuhan mikroba-
jimmo.blogspot.com.
diakses pada 19 november 2015 pukul 17.00 WIB.
Muctahdi, Dedi. 1978. Mikrobiologi Hasil Pertanian 1. DEPDIKBUD. Jakarta.
Sukarta, Wayan. 2008. Mikroorganisme Dalam Bahan
Makanan. Penerbit
Alumni.
Bandung.
LAMPIRAN
Perhitungan
Kelompok 1:
·
10-2 = TBUD
·
10-3 = TBUD
·
10-4 = TBUD
·
10-5 = TBUD
Kelompok 2:
·
10-2 = 149 x = 149 x 102 = 0,149 x 105
·
10-3 = 120 x = 120 x 103 = 1,2 x 105
·
10-4 = 48 x = 48
x 104 = 4,8 x 105
·
10-5 = 80 x = 80 x 105 = 80 x 105
·
SPC = = 536,91 > 2 , maka ∑ mikroba = 0,149 x 105
Kelompok 3:
·
10-2 = 37 x = 37
x 102 = 0,37 x
104
·
10-3 = TSUD
·
10-4 = 60 x = 60 x 104 = 60 x 104
·
10-5 = TBUD
·
SPC = =
162,16 > 2 , maka ∑ mikroba = 0,37 x 104
Kelompok 4:
·
10-2 = 98 x = 98 x 102 = 0,98 x 104
·
10-3 = 74 x = 74 x 103 = 7,4 x 104
·
10-4 = 47 x = 47
x 104 = 4,7 x 104
·
10-5 = TSUD
·
SPC = =
47,96 > 2 , maka ∑ mikroba = 0,98 x 104
Kelompok 5:
·
10-2 = 88 x = 88 x 102 = 0,088 x 105
·
10-3 = 100 x = 100 x 103 = 105
·
10-4 = 82 x = 82
x 104 = 8,2 x 105
·
10-5 = 70 x = 70 x 105 = 70 x 105
·
SPC = = 795,45 > 2 , maka ∑ mikroba = 0,088 x 105
Kelompok 6:
·
10-2 = 45 x = 45 x 102 = 0,45 x 104
·
10-3 = 37 x = 37 x 103 = 3,7 x 104
·
10-4 = 64 x = 64
x 104 = 64 x 104
·
10-5 = TSUD
·
SPC = = 142,22
> 2 , maka ∑ mikroba = 0,45 x
104
Kelompok 7:
·
10-2 = TBUD
·
10-3 = 190 x = 190 x 103 = 19 X 104
·
10-4 = 206 x = 206
x 104 = 206 x 104
·
10-5 = TBUD
·
SPC = = 10,84
> 2 , maka ∑ mikroba = 19 X 104
Kelompok 8:
·
10-2 = 72 x = 72 x 102 = 0,072 x 105
·
10-3 = TBUD
·
10-4 = 94 x = 94
x 104 = 9,4 x 105
·
10-5 = 64 x = 64 x 105 = 64 x 105
·
SPC = = 888,89 > 2 , maka ∑ mikroba = 0,072 x 105
JTG B2B casino review and sign up bonus | The Jakarta Business
BalasHapusThis review 밀양 출장샵 contains details of JTG B2B casino, 군포 출장마사지 its 서귀포 출장샵 welcome bonus, and 정읍 출장마사지 all its important aspects. Rating: 4.2 · 평택 출장안마 Review by JTG B2B