Rabu, 11 November 2015

pembuatan sauerkraut (bioproses)

PEMBUATAN SAUERKRAUT
(Laporan Praktikum Bioproses)

Oleh

Kelompok 2
Andika Gilang Nurmoyo        1314051007
Nila Hidayana                         1314051033
Suci Nata Kusuma                  1314051046





JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015



I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Teknologi bioproses adalah teknologi yang berkaitan dengan segala operasi dan proses yang memanfaatkan mikrooragnisme baik dalam fasa hidupnya maupun produk-produk enzimnya. Sauerkraut adalah salah satu teknologi bioproses dengan cara konvensional dan tradisional. Sauerkraut biasanya dimanfaatkan untuk memperbaiki mikroflora yang ada dalam kolon atau usus besar manusia, karena kandungan asam laktat yang terbentuk dapat berfungsi sebagai penyeleksi mikroba pathogen yang terbawa oleh  makanan atau minuman yang bisa masuk ke usus besar manusia. Dalam junal kesehatan pencernaan dinyatakan bahwa individu yang biasa mengkonsumsi produk bioproses (sauerkraut, acar timun/ bawang merah) seminggu dua kali maka terjamin usus besar atau kolon terhindar dari mikroba pathogen.

Sayuran adalah substrat yang sangat disukai oleh mikrobia, baik yeast, fungi maupun bakteri. Tetapi, mikrobia yang pertumbuhannya di sayuran paling cepat adalah bakteri asam laktat (BAL). Fermentasi asam laktat pada sayuran seperti kol melibatkan sejumlah spesies BAL. Sauerkraut adalah kubis atau kol asam yang dihasilkan dari fermentasi alami oleh bakteri dengan adanya 2 sampai 3 persen garam. Penambahan garam akan membatasi aktivitsa bakteri gram negatif, sedangkan pertumbuhan bakteri asam laktat akan meningkat. Bakteri asam laktat berguna dalam memproduksi makanan fermentasi seperti yoghurt, acar, dan juga digunakan sebagai probiotik. Pembusukan mikroba dari sauerkraut umumnya dikategorikan menjadi sauerkraut lembut, sauerkraut berlendir, sauerkraut membusuk dan sauerkraut merah muda. Hasil sauerkraut lembut yaitu ketika bakteri yang biasanya tidak memulai pertumbuhan sampai tahap akhir produksi sauerkraut, benar-benar tumbuh sebelumnya (Syahidah, 2013). Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sauerkraut untuk mengetahui aktivitas mikroba alam pada kol yang difermentasi.
B.     Tujuan

Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk melihat penerapan mikroba alam pada pembuatan Sauerkraut dengan Teknologi Bioproses yang sederhana.


                      




















II.                BAHAN DAN METODE

A.    Waktu dan Tempat
Praktikum yang berjudul “Pembuatan Sauerkraut” dilaksanakan pada Senin, 08 Juni 2015 pukul 15.00 s.d selesai di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, talenan, stoples kedap udara, plastik, karet gelang, timbangan, dan pH meter.
Bahan yang digunakan adalah kol putih segar, garam, dan air.














C.    Diagram Alir

Disiapkan alat dan bahan
Dicuci kol hingga bersih lalu diiris tipis-tipis ±2-3 mm, tulang daun takcperlu disertakan
Ditimbang kol yang sudah diiris
Disiapkan garam sesuai perlakuan (1% dan 3%) dari jumlah kol
Dimasukkan kol ke dalam toples hingga rata lalu ditambahkan garam sesuai perlakuan
Dibuat sauerkraut secara anaerob dengan menambahkan plastik dan air sebelum ditutup, diikat dengan karet gelang dan terakhir ditutup
Disimpan pada suhu ruang untuk difermentasi
Dilakukan pengamatan setiap harinya dari reaksi yang terjadi sampai hari ke-tiga
Data dibuat grafik atau diplotkan








III.             HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Data Pengamatan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh data pengamatan sebagai berikut:
          A.1 Tabel pengamatan Sauerkraut (konsentrasi garam 1%)
Waktu
pH
Rasa
Aroma
Penampakan fisik
t0
4,88
Manis
Khas kol
Tidak terendam
t1
3,69
Hambar sedikit asam
Langu sedikit asam
Belum terendam penuh, hanya dibagian permukaan bawah
t2
3,80
Sedikit asam
Khas kol busuk
Terendam bagian bawah
t3
3,79
Sangat asam
busuk
Terendam semua

         A.2 Tabel pengamatan Sauerkraut (konsentrasi garam 3%)
Waktu
pH
Rasa
Aroma
Penampakan fisik
t0
4,88
Manis
Khas kol
Tidak terendam
t1
4,04
Sangat asin sedikit asam
Asam belum tercium aroma BAL
Belum terendam penuh, hanya dibagian permukaan bawah
t2
3,62
Asam sedikit asin
Asam mulai tercium aroma BAL
Terendam bagian bawah
t3
3,46
asam
Asam sangat tercium aroma BAL
Terendam semua
B.     Grafik kinetika pH













C.     Pembahasan
            Sauerkraut merupakan produk hasil fermentasi sayuran kol yang memiliki karakteristik warna, tekstur, dan aroma khas yang diperoleh dari proses fermentasi dengan cara mengiris - iris kol putih dan dicampur dengan garam. Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asam yang ada diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di identifikasi berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau roti. Gula yang terkandung dalam sayur kol terdiri dari 85% glukosa dan15% fruktosa (Frazier, 1988).
Konsentrasi garam yang digunakan pada praktikum ini yaitu 1% dan 3% dari jumlah kol. Pada stoples 1 untuk kelompok 1 dan 2, kol yang digunakan sebanyak 190 gram dan garam yang ditambahkan sebanyak 1% atau 1,9 gram. Pada stoples 2 untuk kelompok 3 dan 4, kol yang digunakan sebanyak 300 gram dan garam yang ditambahkan sebanyak 3% atau 9 gram. Garam yang ditambahkan pada kol akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi, 2011). Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi sauerkraut adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang merata, terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri asam laktat. Selain itu kebersihan bahan baku juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran.
Fungsi garam dalam pengolahan sauerkraut adalah garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk. Garam, dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan sawi. Menurut Marta (2011), jumlah garam optimal yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut berkisar antara 2-3% dari berat bahan.
Pada konsentrasi garam 1% produk sauerkraut mengalami kerusakan, air yang dikeluarkan oleh kol berubah menjadi keruh dan timbul busa. Selain itu, kol juga ditumbuhi jamur berwarna putih akibat terkontaminsi oleh mikroba selain BAL. Pada grafik kinetika pH dapat diketahui bahwa hari ke-0 (t0) pH produk sebesar 4,88. Pada hari pertama, pH mengalami penurunan sebesar 1,21 yaitu menjadi 3,69. Namun, pada hari berikutnya pH produk mengalami peningkatan, yaitu pada hari ke-2 pH berubah menjadi 3,8 dan pada hari ke-3 pH berubah menjadi 3,69. Sehingga diperoleh grafik kinetika pH meningkat setelah hari pertama.   Hal tersebut dapat disebabkan  kontaminasi oleh mikroba lain selain BAL. Penyebab kontaminasi tersebut yaitu karena membuka tutup stoples pada waktu pengamatan terlalu lama, dan dilakukan pengadukan ketika akan ditutup atau disimpan. Selain itu, plastik yang digunakan untuk melapisi dan menutup stoples mengenai kol sehingga menyebabkan kontaminasi terhadap produk kol / sauerkraut. Hal-hal tersebut juga yang menyebabkan kol ditumbuhi kapang berwarna putih.
Kerusakan sauerkraut sebagian besar disebabkan oleh aktivitas mikrobia, selain itu kondisi proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi, konsentrasi garam, dan persebaran garam. Kondisi laboratorium tidak aseptis sehingga kontaminan terbawa dan menyebabkan kerusakan pada sauerkraut. Konsentrasi garam yang terlalu rendah yaitu 1% membuat mikroba lain tidak mati pada proses seleksi. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi, 2011), sehingga jika konsentrasi garam terlalu rendah maka akan menyebabkan proses pertumbuhan bakteri asam laktat terhambat dan membuat bakteri pembusuk dapat tumbuh bebas.
Pada praktikum dilakukan pengamatan secara organoleptik yang meliputi aroma, rasa, dan penampakan fisik. Aroma produk kol pada hari ke-0 masih beraroma khas kol, pada hari pertama beraroma langu sedikit asam, hari ke-2 beraroma kol busuk, dan hari ke-3 beraroma busuk. Produk sauerkraut dengan konsentrasi 1% pada hari keempat beraroma busuk, hal ini disebabkan oleh bakteri asam laktat yang tidak tumbuh optimal karena konsentrasi garam terlalu rendah sehingga terjadi pertumbuhan bakteri lain yang mengontaminasi produk. Begitu juga dengan rasa yang dihasilkan, pada hari ke-0 produk memiliki rasa agak manis khas kol, hari pertama rasa hambar sedikit asam, hari ke-2 rasa sedikit asam, dan hari ke-3 rasa sangat asam. Proses mencicipi rasa produk sauerkraut tidak ditelan karena produk tersebut sudah terkontaminasi oleh mikroba lain. Selanjutnya parameter penampakan fisik, pada hari ke-0 produk tidak terendam air, hari pertama kol belum terendam semuanya hanya bagian bawah permukaan yang sedikit terendam, hari ke-2 kol yang terendam hanya bagian bawah dan bagian atas tidak terendam, hari ke-3 kol terendam seluruhnya. Terendamnya kol tersebut disebabkan oleh adanya penambahan garam yang dapat menembus plastik sehingga air turun ke bawah dan merendam kol. 
            Rasa dan aroma yang tidak sedap pada sauerkarut dapat disebabkan oleh faktor suhu dan konsentrasi garam yang ditambahkan tidak optimal. Menurut Buckle (1987),  suhu > 30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL heterofermentatif menjadi terhambat pertumbuhan produk sehingga terbentuk flavor yang tidak diinginkan. Jika suhu < 10 C dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna.  Konsentrasi garam optimum adalah 2,5%. Garam akan menghambat pertumbuhan mikrobia selain BAL. BAL akan mengubah sakarida menjadi asam laktat, sehingga produk hasil fermentasi menjadi asam.
Kesalahan praktikum yang dilakukan merupakan kesalahan yang berasal dari praktikan. Pada saat melakukan pengamatan, praktikan membuka tutup stoples terlalu lama sehingga dimungkinkannya mikroba lain masuk kedalam stoples. Pada saat mengamati aroma, seharusnya praktikan hanya menghirup aroma sampel tetapi ada praktikan yang menghirup aroma lalu menghembuskan nafas secara berulang-ulang kedalam stoples karena aroma asam tidak tercium. Ketika mencicipi sampel sauerkraut praktikan menggunakan sendok yang tidak aseptis dan melakukan pencicipan secara bersama-sama dan berulang-ulang yang menyebabkan sampel sauerkraut terkontaminasi. Selanjutnya setelah pengukuran pH atau pada saat sampel akan ditutup, praktikan melakukan pengadukan pada sampel dengan sendok yang tidak disterilkan terlebih dahulu sehingga agitasi terjadi dan kemungkinan udara luar masuk kedalam sampel dan mengkontaminasi sampel.  Praktikan juga kurang berhati-hati dalam memasang plastik pada stoples, dimana plastik tersebut sedikit menempel pada kol yang juga menyebabkan sampel sauerkraut terkontaminsai.







IV.             KESIMPULAN

            Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Produk sauerkraut dengan penambahan garam 1% mengalami pembusukan (ditumbuhi jamur) akibat kontaminasi mikroba selain BAL.
2.      Penambahan garam 1% tidak dapat memicu pertumbuhan mikroba BAL sacara optimal.
3.      Pertumbuhan optimal BAL pada sauerkraut adalah dengan penambahan garam sekitar 2,5%-3%.
4.      Kontaminasi pada sauerkraut disebabkan oleh konsentrasi garam rendah (>2,5%), waktu membuka stoples terlalu lama, plastik menyentuh kol, dan dilakukan pengadukan ketika akan ditutup atau disimpan.
5.      Pengamatan hari ke-3, sauerkraut yang dihasilkan adalah berasa sangat asam, beraroma busuk, dan terendam air serta ditumbuhi jamur berwarna putih.
6.      Kol yang terendam air disebabkan oleh garam yang ditambahkan pada kol akan mengalami proses fermentasi yang dapat membuat plastik berlubang dan air menjadi turun sehingga merendam kol.






DAFTAR PUSTAKA

Buckle, Kenneth, A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham, H., dan
Wooton,Michael. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Universitas Indonesia. Jakarta.

            Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology (Terjemahan).
                                    McGraw.Hill, Inc,New York.

            Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
                                    Padjajaran, Bandung.

Syahidah, Zulfah. 2013. Laporan Praktikum Ilmu Teknologi Pangan
“Fermentasi Sauerkraut”.  Universitas Diponegoro. Semarang.

            Tjahjadi, 2011. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume II.
Penerbit Widya Padjadjaran, Bandung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar