Rabu, 11 November 2015

Adu Nasib Anak Jalanan (digital writing)

Pada suatu pagi hari, seorang anak perempuan yang baru menginjak usia 9 tahun berjualan koran di sekitar lampu lalu lintas sambil menggendong adik kecilnya. Wajahnya tampak kusam akibat hantaman kepulan asap kendaraan. Adik laki-lakinya yang ia sangat sayangi sekaligus anggota keluarga satu-satunya yang ia miliki kerapkali menangis karena merasa lapar dan haus. Wajar, adiknya baru berusia 2 tahun dan ia selalu menggendongnya kemanapun ia pergi karena tak ada yang menjaganya. Ibunya telah meninggal setahun yang lalu akibat penyakit kanker, sedangkan ayahnya sudah tidak mau mengurusnya lagi. Hingga sang kakak dan adik ini harus mengadu nasib hidup di jalanan yang amat keras dan kejam.
Seperti biasa berjualan koran tak dapat mencukupi kebutuhan hidup, hingga pada siang hari sang kakak harus mengamen bersama anak jalanan lainnya bahkan sampai malam hari. Memulung botol plastik bekas dan menjualnya kadang ia lakukan. Ia juga kerap memakan makanan sisa yang  diambil dari tempat sampah walaupun terkadang makanan itu basi. Namun, ia tidak pernah memberikan makanan basi kepada sang adik. Dalam hal makanan sang kakak selalu mengutamakan adiknya, ia tidak akan makan sebelum adiknya merasa kenyang. Meskiupun usianya masih kecil, ia tak pernah menyerah untuk terus berjuang bertahan hidup bersama sang adik. 
Hingga pada suatu hari, sang adik menangis kelaparan dan sang kakak tidak punya uang untuk membeli makanan. Di perempatan jalan, sambil menggendong adiknya yang mungil ia berjalan menuju tengah jalan ketika lampu lalu lintas menunjukan warna merah. Ia mulai menyanyikan lagu sambil membawa kantong plastik bekas permen dan berharap para pengendara  memberi selembar rupiah. Sudah berjam-jam sang kakak mengamen namun rupiah yang diperoleh belum cukup. Wajahnya tampak murung dan keringat yang mengalir dipelipisnya memperlihatkan amat panasnya terik matahari. Rasa lapar, haus dan lelah yang mengusik ia hiraukan demi mengaiz rupiah untuk hidupnya.
Ketika itu disebuah trotoar, ia melihat seorang lelaki perkasa yang hendak mencopet tas seorang wanita muda. Tanpa ragu, ia segera berlari kearah wanita itu seraya berkata “Copeet! copeet!”. Wanita itu menoleh dan segera berlari meminta pertolongan. Lelaki yang sadar dan tahu siapa yang menggugurkan rencananya itu langsung menghampiri sang kakak-beradik kemudian mendorongnya hingga jatuh tersungkur. Sang adik terlepas dari gendongannya dan menangis kesakitan. Lelaki perkasa itu menampar wajah sang kakak beberapa kali dan memukulnya ketika sang kakak akan menolong adiknya yang terlempar jatuh di trotoar. Wanita muda yang melihat kejadian itu berteriak meminta tolong namun sebagian orang tidak menghiraukannya. Bersama segrombolan preman, lelaki itu lari menjauh ketika beberapa orang mulai berdatangan. 
Sang kakak dengan susah payah berdiri dan berjalan menghampiri sang adik yang menangis terisak kemudian menggendong dan merangkulnya sambil berlutut. Sang kakak pun ikut menangis sambil meratapi nasib hidupnya yang memprihatinkan. Melihat kejadian itu, wanita muda tadipun merasa iba dan ingin membalas kebaikan sang kakak yang pemberani. Setelah bercerita, dengan kemurahan hati wanita itu mengajak mereka untuk tinggal di sebuah panti asuhan. Dengan senang hati, sang kakak menerima tawaran wanita itu dan mengucapkan banyak terimakasih. Kesabaran dan sifat pemberani yang dimiliki sang kakak akhirnya membebaskan ia dan adik kecilnya dari kerasnya hidup di jalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar