PEMBUATAN SAUERKRAUT
(Laporan Praktikum Bioproses)
Oleh
Kelompok 2
Andika Gilang Nurmoyo 1314051007
Nila Hidayana 1314051033
Suci Nata Kusuma 1314051046

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Teknologi bioproses adalah teknologi yang
berkaitan dengan segala operasi dan proses yang memanfaatkan mikrooragnisme
baik dalam fasa hidupnya maupun produk-produk enzimnya. Sauerkraut adalah salah
satu teknologi bioproses dengan cara konvensional dan tradisional. Sauerkraut
biasanya dimanfaatkan untuk memperbaiki mikroflora yang ada dalam kolon atau
usus besar manusia, karena kandungan asam laktat yang terbentuk dapat berfungsi
sebagai penyeleksi mikroba pathogen yang terbawa oleh makanan atau minuman yang bisa masuk ke usus
besar manusia. Dalam junal kesehatan pencernaan dinyatakan bahwa individu yang
biasa mengkonsumsi produk bioproses (sauerkraut, acar timun/ bawang merah)
seminggu dua kali maka terjamin usus besar atau kolon terhindar dari mikroba
pathogen.
Sayuran adalah substrat yang sangat disukai oleh
mikrobia, baik yeast, fungi maupun bakteri. Tetapi, mikrobia yang
pertumbuhannya di sayuran paling cepat adalah bakteri asam laktat (BAL).
Fermentasi asam laktat pada sayuran seperti kol melibatkan sejumlah spesies BAL.
Sauerkraut adalah kubis atau kol asam yang dihasilkan dari fermentasi alami
oleh bakteri dengan adanya 2 sampai 3 persen garam. Penambahan garam akan membatasi
aktivitsa bakteri gram negatif, sedangkan pertumbuhan bakteri asam laktat akan
meningkat. Bakteri asam laktat berguna dalam memproduksi makanan fermentasi
seperti yoghurt, acar, dan juga digunakan sebagai probiotik. Pembusukan mikroba
dari sauerkraut umumnya dikategorikan menjadi sauerkraut lembut, sauerkraut
berlendir, sauerkraut membusuk dan sauerkraut merah muda. Hasil sauerkraut
lembut yaitu ketika bakteri yang biasanya tidak memulai pertumbuhan sampai
tahap akhir produksi sauerkraut, benar-benar tumbuh sebelumnya (Syahidah,
2013). Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sauerkraut untuk mengetahui
aktivitas mikroba alam pada kol yang difermentasi.
B. Tujuan
Tujuan
dilakukan praktikum ini adalah untuk melihat penerapan mikroba alam pada pembuatan
Sauerkraut dengan Teknologi Bioproses yang sederhana.
II.
BAHAN DAN METODE
A. Waktu
dan Tempat
Praktikum
yang berjudul “Pembuatan Sauerkraut” dilaksanakan pada Senin, 08 Juni 2015
pukul 15.00 s.d selesai di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
B. Alat
dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, talenan, stoples kedap udara,
plastik, karet gelang, timbangan, dan pH meter.
Bahan
yang digunakan adalah kol putih segar, garam, dan air.
C. Diagram
Alir
Disiapkan
alat dan bahan
|

Dicuci
kol hingga bersih lalu diiris tipis-tipis ±2-3 mm, tulang daun takcperlu
disertakan
|

Ditimbang
kol yang sudah diiris
|

Disiapkan
garam sesuai perlakuan (1% dan 3%) dari jumlah kol
|

Dimasukkan
kol ke dalam toples hingga rata lalu ditambahkan garam sesuai perlakuan
|

Dibuat
sauerkraut secara anaerob dengan menambahkan plastik dan air sebelum ditutup,
diikat dengan karet gelang dan terakhir ditutup
|

Disimpan
pada suhu ruang untuk difermentasi
|

Dilakukan
pengamatan setiap harinya dari reaksi yang terjadi sampai hari ke-tiga
|

Data
dibuat grafik atau diplotkan
|
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data
Pengamatan
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan maka diperoleh data pengamatan sebagai berikut:
A.1
Tabel pengamatan Sauerkraut (konsentrasi garam 1%)
Waktu
|
pH
|
Rasa
|
Aroma
|
Penampakan fisik
|
t0
|
4,88
|
Manis
|
Khas
kol
|
Tidak
terendam
|
t1
|
3,69
|
Hambar
sedikit asam
|
Langu
sedikit asam
|
Belum
terendam penuh, hanya dibagian permukaan bawah
|
t2
|
3,80
|
Sedikit
asam
|
Khas
kol busuk
|
Terendam
bagian bawah
|
t3
|
3,79
|
Sangat
asam
|
busuk
|
Terendam
semua
|
A.2 Tabel pengamatan Sauerkraut
(konsentrasi garam 3%)
Waktu
|
pH
|
Rasa
|
Aroma
|
Penampakan fisik
|
t0
|
4,88
|
Manis
|
Khas
kol
|
Tidak
terendam
|
t1
|
4,04
|
Sangat
asin sedikit asam
|
Asam
belum tercium aroma BAL
|
Belum
terendam penuh, hanya dibagian permukaan bawah
|
t2
|
3,62
|
Asam
sedikit asin
|
Asam
mulai tercium aroma BAL
|
Terendam
bagian bawah
|
t3
|
3,46
|
asam
|
Asam
sangat tercium aroma BAL
|
Terendam
semua
|
B. Grafik
kinetika pH


C. Pembahasan
Sauerkraut
merupakan produk hasil fermentasi sayuran kol yang memiliki karakteristik
warna, tekstur, dan aroma khas yang diperoleh dari proses fermentasi dengan
cara mengiris - iris kol putih dan dicampur dengan garam. Sama dengan produk
sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan
tetapi asam yang ada diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang
terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan
berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di identifikasi
berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour
karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian
sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang
asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau
roti. Gula yang terkandung dalam sayur kol terdiri dari 85% glukosa dan15%
fruktosa (Frazier, 1988).
Konsentrasi garam yang digunakan pada
praktikum ini yaitu 1% dan 3% dari jumlah kol. Pada stoples 1 untuk kelompok 1
dan 2, kol yang digunakan sebanyak 190 gram dan garam yang ditambahkan sebanyak
1% atau 1,9 gram. Pada stoples 2 untuk kelompok 3 dan 4, kol yang digunakan
sebanyak 300 gram dan garam yang ditambahkan sebanyak 3% atau 9 gram. Garam
yang ditambahkan pada kol akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang
mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang tumbuh. Garam
juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan
bakteri pembusuk (Tjahjadi, 2011). Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
sauerkraut adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang merata,
terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri
asam laktat. Selain itu kebersihan bahan baku juga merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran.
Fungsi garam dalam pengolahan sauerkraut
adalah garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi
tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam
bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari
organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang
disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga
memberikan cita rasa pada produk. Garam, dapat membantu memecahkan karbohidrat
dan asam-asam amino secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses
fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan
organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga
dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan sawi. Menurut Marta
(2011), jumlah garam optimal yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut
berkisar antara 2-3% dari berat bahan.
Pada konsentrasi garam 1% produk
sauerkraut mengalami kerusakan, air yang dikeluarkan oleh kol berubah menjadi
keruh dan timbul busa. Selain itu, kol juga ditumbuhi jamur berwarna putih
akibat terkontaminsi oleh mikroba selain BAL. Pada grafik kinetika pH dapat
diketahui bahwa hari ke-0 (t0) pH produk sebesar 4,88. Pada hari pertama, pH
mengalami penurunan sebesar 1,21 yaitu menjadi 3,69. Namun, pada hari
berikutnya pH produk mengalami peningkatan, yaitu pada hari ke-2 pH berubah menjadi
3,8 dan pada hari ke-3 pH berubah menjadi 3,69. Sehingga diperoleh grafik
kinetika pH meningkat setelah hari pertama.
Hal tersebut dapat disebabkan kontaminasi
oleh mikroba lain selain BAL. Penyebab kontaminasi tersebut yaitu karena
membuka tutup stoples pada waktu pengamatan terlalu lama, dan dilakukan
pengadukan ketika akan ditutup atau disimpan. Selain itu, plastik yang
digunakan untuk melapisi dan menutup stoples mengenai kol sehingga menyebabkan
kontaminasi terhadap produk kol / sauerkraut. Hal-hal tersebut juga yang
menyebabkan kol ditumbuhi kapang berwarna putih.
Kerusakan sauerkraut sebagian besar
disebabkan oleh aktivitas mikrobia, selain itu kondisi proses tidak terkontrol
dengan baik, terutama suhu fermentasi, konsentrasi garam, dan persebaran garam.
Kondisi laboratorium tidak aseptis sehingga kontaminan terbawa dan menyebabkan
kerusakan pada sauerkraut. Konsentrasi garam yang terlalu rendah yaitu 1%
membuat mikroba lain tidak mati pada proses seleksi. Garam juga akan merangsang
pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk
(Tjahjadi, 2011), sehingga jika konsentrasi garam terlalu rendah maka akan
menyebabkan proses pertumbuhan bakteri asam laktat terhambat dan membuat
bakteri pembusuk dapat tumbuh bebas.
Pada praktikum dilakukan pengamatan
secara organoleptik yang meliputi aroma, rasa, dan penampakan fisik. Aroma produk
kol pada hari ke-0 masih beraroma khas kol, pada hari pertama beraroma langu
sedikit asam, hari ke-2 beraroma kol busuk, dan hari ke-3 beraroma busuk.
Produk sauerkraut dengan konsentrasi 1% pada hari keempat beraroma busuk, hal
ini disebabkan oleh bakteri asam laktat yang tidak tumbuh optimal karena
konsentrasi garam terlalu rendah sehingga terjadi pertumbuhan bakteri lain yang
mengontaminasi produk. Begitu juga dengan rasa yang dihasilkan, pada hari ke-0
produk memiliki rasa agak manis khas kol, hari pertama rasa hambar sedikit
asam, hari ke-2 rasa sedikit asam, dan hari ke-3 rasa sangat asam. Proses
mencicipi rasa produk sauerkraut tidak ditelan karena produk tersebut sudah
terkontaminasi oleh mikroba lain. Selanjutnya parameter penampakan fisik, pada
hari ke-0 produk tidak terendam air, hari pertama kol belum terendam semuanya
hanya bagian bawah permukaan yang sedikit terendam, hari ke-2 kol yang terendam
hanya bagian bawah dan bagian atas tidak terendam, hari ke-3 kol terendam
seluruhnya. Terendamnya kol tersebut disebabkan oleh adanya penambahan garam
yang dapat menembus plastik sehingga air turun ke bawah dan merendam kol.
Rasa
dan aroma yang tidak sedap pada sauerkarut dapat disebabkan oleh faktor suhu
dan konsentrasi garam yang ditambahkan tidak optimal. Menurut Buckle
(1987), suhu > 30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL
heterofermentatif menjadi terhambat pertumbuhan produk sehingga terbentuk flavor yang tidak diinginkan.
Jika suhu < 10 C dan
konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan
tekstur produk menjadi tidak sempurna. Konsentrasi garam optimum adalah 2,5%. Garam akan menghambat pertumbuhan mikrobia
selain BAL. BAL akan mengubah sakarida menjadi asam laktat, sehingga produk
hasil fermentasi menjadi asam.
Kesalahan praktikum yang dilakukan
merupakan kesalahan yang berasal dari praktikan. Pada saat melakukan
pengamatan, praktikan membuka tutup stoples terlalu lama sehingga
dimungkinkannya mikroba lain masuk kedalam stoples. Pada saat mengamati aroma,
seharusnya praktikan hanya menghirup aroma sampel tetapi ada praktikan yang
menghirup aroma lalu menghembuskan nafas secara berulang-ulang kedalam stoples
karena aroma asam tidak tercium. Ketika mencicipi sampel sauerkraut praktikan
menggunakan sendok yang tidak aseptis dan melakukan pencicipan secara bersama-sama
dan berulang-ulang yang menyebabkan sampel sauerkraut terkontaminasi.
Selanjutnya setelah pengukuran pH atau pada saat sampel akan ditutup, praktikan
melakukan pengadukan pada sampel dengan sendok yang tidak disterilkan terlebih
dahulu sehingga agitasi terjadi dan kemungkinan udara luar masuk kedalam sampel
dan mengkontaminasi sampel. Praktikan juga
kurang berhati-hati dalam memasang plastik pada stoples, dimana plastik
tersebut sedikit menempel pada kol yang juga menyebabkan sampel sauerkraut
terkontaminsai.
IV.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Produk sauerkraut dengan penambahan
garam 1% mengalami pembusukan (ditumbuhi jamur) akibat kontaminasi mikroba
selain BAL.
2.
Penambahan garam 1% tidak dapat memicu
pertumbuhan mikroba BAL sacara optimal.
3.
Pertumbuhan optimal BAL pada sauerkraut
adalah dengan penambahan garam sekitar 2,5%-3%.
4.
Kontaminasi pada sauerkraut disebabkan
oleh konsentrasi garam rendah (>2,5%), waktu membuka stoples terlalu lama,
plastik menyentuh kol, dan dilakukan pengadukan ketika akan ditutup atau
disimpan.
5.
Pengamatan hari ke-3, sauerkraut yang
dihasilkan adalah berasa sangat asam, beraroma busuk, dan terendam air serta
ditumbuhi jamur berwarna putih.
6.
Kol yang terendam air disebabkan oleh
garam yang ditambahkan pada kol akan mengalami proses fermentasi yang dapat
membuat plastik berlubang dan air menjadi turun sehingga merendam kol.
DAFTAR
PUSTAKA
Buckle,
Kenneth, A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham, H., dan
Wooton,Michael.
1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Universitas Indonesia. Jakarta.
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology
(Terjemahan).
McGraw.Hill,
Inc,New York.
Marta, Herlina. 2011. Pengantar
Teknologi Pangan. Universitas
Padjajaran, Bandung.
Syahidah,
Zulfah. 2013. Laporan Praktikum Ilmu Teknologi Pangan
“Fermentasi
Sauerkraut”. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Tjahjadi, 2011. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume
II.
Penerbit
Widya Padjadjaran, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar